Rabu, 16 April 2014

CATETAN KECILKU TENTANG TRADISI LOKAL CITOREK




A. Letak Geografis Citorek
Desa Citorek  terletak di Kabupaten Lebak, Kec. Cibeber , dan mempunyai 4 wilayah adat/kasepuhan yaitu :
1.    Citorek  Timur yang dipimpin oleh Olot Didi
2.    Citorek  Barat dipimpin oleh Olot Umar
3.    Citorek  Tengah dipimpin oleh Olot Undikar
4.    Citorek  Selatan dipimpin oleh Olot Kusdi

B. Pendidikan Di wilayah Kesepuahan Citorek
Pendidikan adalah salah satu bagian terpenting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, karena pendidikan dapat menunjang segala bentuk keberhasilan bukan hanya duniawi saja melainkan untuk kehidupan yang lebih kekal nanti. Pendidikan juga bagian dari kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Bahkan suatu bangsa akan di sebut bangsa yang maju apabila bangsa tersebut maju dalam salah satu sector yang sangat penting yaitu dalam pendidikannya, begitu juga suatu bangsa akan tenggelam apabila rusak pendidikannya.

Menurut UU No.20 Thn. 2003, Sisdiknas, BAB I. “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”. Sedangkan “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman
Menurut  (Haryadi, 2004:224) tradisi lisan, sebagai aset budaya dilihat dari berbagai aspeknya memiliki nilai-nilai pragmatik. Proses penciptaannya menumbuhkan sikap kreatif, responsif, dan dinamis, serta memberikan gambaran profesionalisme yang rendah hati. Pesan yang terdapat di dalamnya dapat memperluas wawasan dan informasi tentang kepercayaan, pandangan hidup, adat istiadat, dan peradaban. Unsur pembentuknya dapat menjadi sumber inspirasi bagi penciptaan karya seni yang lain. Penyajian dan pergelarannya dapat mengakrabkan hubungan sosial, serta memberikan teladan tentang sistem kerja sama yang kompak dan harmonis. Kearifan menyikapi  budaya-budaya yang berbeda pernah dilakukan oleh para leluhur kita. Para wali telah berhasil mengawinkan budaya lokal dengan budaya Islam sehingga melahirkan berbagai tradisi Jawa yang islami. Wayang kulit yang ada sekarang ini,  misalnya,  menurut Adnan (Salam, 1974:65) bukanlah berasal dari India, melainkan ciptaan dari Wali Sanga pada zaman kerajaan Bintoro Demak. 
Wayang kulit diciptakan para wali sebagai hasil permusyawaratan untuk mengajak umat dan rakyat memeluk agama Islam. mestinya kita juga mampu mengadopsi budaya barat tanpa harus mengorbankan budaya lokal.  Oleh karena itu, akulturasi budaya merupakan solusi yang terbaik. Kehadiran generasi muda dari berbagai daerah dengan latar belakang budaya yang beragam mestinya dapat dimanfaatkan untuk  meningkatkan kreativitas budaya dan memperkaya nilai.   
 Berkumpulnya berbagai etnik di  pendidikan dapat diberdayakan untuk pengembangan budaya lokal. Pemberian fasilitas kepada mereka untuk melestarikan budaya masing-masing akan menyemarakkan Citorek  sebagai kesepuhan adat yang kaya akan budaya lokal.
Pelestarian dan pengembangan budaya dapat dilakukan melalui berbagai lembaga, salah satunya adalah lembaga pendidikan.  Sekolah-sekolah dapat memberikan kontribusinya melalui  penataan kurikulum, terutama muatan lokal yang memungkinkan pelestarian dan pengembangan budaya daerah. Pendidikan dasar dapat memberikan landasan tentang nilai-nilai keraifan lokal wewngkon Citorek melalui budaya daerah, misalnya memberikan materi tentang cara memainkan goong gede. Serta di perkenalkan nya siswa/i terhadap upcara mipit dan ngarengkong, yang merupakan asli tradisi yang di miliki waraga kesepuahan, yaitu di Citorek .
Seperti hal nya kepada siswa/i SMP 3 Cibeber  yang sudah memiliki apresiasi yang cukup tinggi terhadap tradisi lokal kesepuahan Citorek  yang sudah di  diperkenalkan alat musik  serta budaya dari daerah lain. Alat musik yang di perkenalkan seperti calung, dan buday berpakian, Selanjutnya, seiring dengan meningkatnya apresiasi budaya di kalangan para siswa, mereka dapat diperkenalkan tradisi mipit yang biasa di lakukan pada saat akan panen tiba, serta di perkenalakan pula tradisi ngarengkong , dan tradisi-tradisi lain nya. Agar budaya lokal tetap terjaga. karena dengan demikian, lembaga pendidikan telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pelestarian dan pengembangan budaya.

Problem yang paling pelik adalah  para siswa/i SMP Negeri 3 Cibeber , dalam ruang lingkup kelas 2-A, belum memahami akan arti penting dari sebuah tradisi lokal tersebut terutama goong gede, mipit, serta ngarengkon, sebab mereka banyak terpengaruhi oleh budaya- budaya luar, yang datang ke kesepuahan Citorek . Namun,  dalam hal ini pemerintah daerah dan guru-guru yang berada di SMP Negeri 3 Cibeber , harus mempertimbangkannya, untuk tetap memasukan sejarah lokal  dalam materi pelajaran, yang bertujuan agar budaya lokal tetap lesatri, karna, akan berdampak positif terhadap sektor lain. 

Memperkenalkan budaya lokal terhadap siswa/i akan menggairahkan siswa/i untuk memilkii rasa keingin tahu karena, pelaku nya adalah lingkungan di sekitar temapat tinggal nya. Dengan demikian, kebudaan lokal terutama tradisi adat kesepuahan Citorek  akan berkembang.
Di samping itu, menurut survai, yang penulislakukan terhadap siswa/i SMP Negeri 3 Cibeber . Bahwa lembaga pendidikan SMP Negeri 3 Cibeber , membutuhkan pelatihan untuk menjadi guru seni tradisional, seperti goong gede dan memberikan informasi terakit dengan tradisi lokal kesepuahan Citorek  agar budaya lokal Citorek  tidak berhenti samapi disitu.
Lebih jauh, diharapkan melalui program seperti itu akan tumbuh kesadaran dari para siswa/i untuk bekerja dalam melestarikan budaya lokal. Mereka dapat bekerja dan melaksanakan serta pemanfaatannya. Dengan demikian, maka hal tersebut akan berdampak sosial, seperti terwujudnya kerukunan, kedamainan lahir dan batin. Lewat pelestarian budaya lokal tersebut juga akan lahir individu-individu  yang peka perasaannya, terampil, cerdas pikirnya, dan halus budinya serta santun perilakunya.
Lembaga pendidikan  dapat memberikan kontribusi terhadap pelestarian dan pengembangan budaya lokal, terutama melalui kurikulum muatan lokal.  Salah satu alternatif program yang ditawarkan  adalah pengadaan buku-buku tradisi-tradisi lokal yang berada di daerah masing-masing, yang bertujuan untuk meningkatakan pemahaman siswa/i terhadap budaya lokal. Program itu tampaknya sulit, tetapi sebenarnya mudah, karena memiliki dampak yang sangat besar terhadap perkembangan berbagai sektor lain, terutama budaya lokal.

C. Sejarah Kesepuhan Citorek
Pada tahun 1842, masyarakat Citorek atau biasa di sebut dengan masyarakat kesepuhan Citorek ,yang berasal dari Guradog Kecamatan  Curug bitung,Pada zaman dahulu para kesepuhan mengadakan musyawarah yang bertempat di guradog yang di pimpin oleh kesepuhan yang bernama, aki buyut sainta , dan hasil musyawarah itu menentukan atau mencari lahan yang luas untuk mendirikan pemukiman dan ladang, kesepuhan tersebut mengutus 10 orang untuk mencari lahan itu , lamanya perjalanan tiga hari tiga malam untuk mencari lahan tersebut, sesudah tiga hari tiga malam itu orang yang  di perintahkan belum ketemu air (sungai). (sumber : wawancara : Al Hadi, 54)
Sudah tiga hari baru ketemu sungai yang di cari selama ini, sesudah di tumukan sungai itu orang-orang yang di perintahkan itu langsung memberitahukan kepada para sesepuh bahwa ada sungai yang sama sekali tidak kedengaran suaranya yang kemudian di beri nama CITOREK.
Menurut Admirdja  kusnaka, masyarakat kasepuhan  Citorek merupakan keturunan kerajaan sunda Hindu pakuan pajajaran(keturunan prabu siliwangi), kurang lebih 600 tahun yang lalu,para tentara kesultanan Banten menyerang kerajaan sunda Hindu Pakuan-pajajaran yang berpusat di daerah Bogor sekarang , selanjutnya mereka hidup di wilayah perbatasan bogor sukabumi-Lebak, tersebar di kecamatan jasinga(kampung Gajrug,Sajira,Guradong),kecamatan Bayah (Tegal Lumbu, Cicarucub,Cisungsan,Cisimeut,Sirnagalih, Cikadu,Citorek ), kecamatan Cigudeg(Urug,Pabuaran, Cipatat kolot) dan Cisolok (sepanjang sungai Cibareno Girang) dan kecamatan sobang(Pasir Eurih, Cibece dan Cibeas).
Mereka sudah tahu bahwa akan menuju suatu wilayah yang akan menjadi wewengkon (wilayah adat) wilayah adat tersebut di tandai mulai dari parakan saat di sebelah timur , pasir sage di sebelah barat, dan gunung keneng di sebelah utara .Pada mulanya datang ke Citorek  hanyalah bertani bikin huma, dari tahun 1846 sampai tahun 1930, itu bertani huma, dari tahun 1930 ketika jaro Negara di pegang oleh RATAM, sesuai wangsit leluhur pada tahun 1964 masyarakat kesepuhan Citorek  sempat pindah ke ciawitali dan pada awal tahun 1966 masyarakat Citorek  kembali lagi ke Citorek  untuk menetap di Citorek , sampai sekarang.
Masyarakat meyakini bahwa mereka adalah "keturunan pangawinan" (masyarakat kesepuhan   di   wilayah   Kidul Kecamatan   Bayah   dan  Cibeber , Cikotok) Dan sejarah kepemimpinan masyarakat kesepuhan Citorek  meyakini bahwa kesepuhan Citorek  merupakan masyarakat yang bernegara, bermasyarakat dan ber adat, sebagai wujud dari keyakinan tersebut mereka memiliki kepemimpinan yang mewakiSi ketiga perinsip tersebut, yaitu kesepuhan sebutan untuk kepemimpin kesepuhan yaitu (Oyok), Jaro Kolot (Jaro Adat) penghulu (pimpinan agama) Jaro Negara sekarang di sebut Kepala Desa, dan Baris Kolot.
Dalam perkembangan di Citorek  di angkatlah jadi jaro Negara yaitu Jaro Ratam,  yang  kemudian Jaro Marja'i menjadiJaro Kolot.Pada waktu di Lebak Singka ada Raja bernama Raja Suna, beliau membawa 2 orang keturunan Pangawinan (Pacalikan), kedua orang tersebut yaitu sepasang laki-laki dan perempuan, yang laki-laki dibawa ke Cikaret (Cisungsang, Cicarucub, dll) disebut Dulur Lalaki dan diberi bekal kemenyan, sedangkan yang perempuan dibawa ke Citorek  disebut Dulur Awewe diberi bekal Panglay (kunyit besar),
Kesepuhan ini di wariskan secara turun- temurun, dan tidak bisa di gantiakn begitu saja selama orang yang di wariskan tersebut masih ada, dan hanya kematian  yang  bisa menggantikan  nya, samapai dengan sekarang apa yang pernah di lakukan oleh nenek moyang masyarakat Citorek  melaksanakan nya. Seperti tradisi-tardisi lokal ayang berada di kesepuahan Citorek .

D. Tradisi Lokal  Kesepuhan Citorek

Tradisi (Bahasa Latin: traditio, “diteruskan”) atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya pada satu negara, kebudayaan, waktu tertentu atau penganut agama. Tradisi merupakan hasil cipta dan karya manusia objek material, kepercayaan, khayalan, kejadian, atau lembaga yang diwariskan dari sesuatu generasi ke generasi berikutnya.seperti misalnya adat-istiadat,kesenian dan properti yang digunakan. Sesuatu yang di wariskan tidak berarti harus diterima, dihargai, diasimilasi atau disimpan sampai mati. Bagi para pewaris setiap apa yang mereka warisi tidak dilihat sebagai “ tradisi ”. tradisi yang diterima akan menjadi unsur yang hidup didalam kehidupan para pendukungnya. Ia menjadi bagian dari masa lalu yang di pertahankan sampai sekarang dan mempunyai kedudukan yang sama dengan inovasi- inovasi baru. Tradisi merupakan suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun-temurun dimulai dari nenek moyang.
Kearifan lokal dianggap oleh masyarakat setempat sebagai pemikiran arif bijaksanayang sifatnya setempat pula, tapi diharapkan mempunyai pengaruh positif ke daerah lainnyasebagai salah-satu bentuk solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul akibatpengaruh dari pemikiran global (Pawitro, 2011)
Dan hal yang paling mendasar dari tardisi adalah ada nya informasi  dari generasi ke generasi agar tardisi itu tidak berhenti di situ. Informasi yang biasa di peroleh baik itu melalui tulisan atau pun lisan, karna dengan ada nya penerus maka tradisi akan biasa d jaga dan di lestarikan. Namun informasi yang di dapat dari generasi kegenerasi harus lah jelas agar generasi yang selanjut nya dapat memahami akan arti dari penting nya sebuah tradisi.
Seperti hal nya tradisi kesenian goong gede di desa kesepuahan adat Citorek . Goong gede (goong besar) adalah sebuah musik tradisioanal yang sangat di gemari oleh masyarakat Citorek  sebelum adanya musik alatrnatif lain nya yang datang ke Citorek , dari berbagai kalangan mereka sangat menyukai nya. Tapi karena desakan kemajuan dibidang kesenian yang didukung oleh kemajuan teknologi maka bermunculanlah berbagai jenis seni musik. 
Dewasa ini kita sudah mulai melihat bahwa generasi muda sekarang sudah banyak yang tidak lagi mengenal kesenian goong gede(goong besar). Mereka lebih suka seni musik dangdut misalnya.tentu nya ini merupakan sebuah persoalan yang mesti kita pecahkan agar kaum muda bisa memahami akan tradisi lokal. Dalam pengertian lain tradisi dikatakan sebagai kebiasaan yang sudah di lakukan dari nenek moyang samapai sekarang .Selanjutnya dari konsep tradisi akan lahir istilah tradisional. Tradisional merupakan sikap mental dalam memberikan respon terhadap berbagai persoalan dalam masyarakat berdasarkan tradisi. Didalamnya terkandung metodologi atau cara berfikir dan bertindak yang selalu berpegang teguh atau berpedoman pada tradisi. Tradisi selalu di kontrol oleh nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain tradisional adalah  setiap tindakan dalam menyelesaikan persoalan berdasarkan tradisi.Seseorang akan merasa yakin bahwa suatu tindakannya adalah betul dan baik, bila dia bertindak atau mengambil keputusan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Dan sebaliknya, dia akan merasakan bahwa tindakannya salah atau keliru atau tidak akan dihargai oleh masyarakat jika ia berbuat diluar tradisi atau kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakatnya. Disamping itu berdasarkan pengalaman (kebiasaan)nya dia akan tahu persis mana tindakan yang menguntungkan dan mana yang tidak. Di mana saja masyarakatnya tindakan cerdas atau kecerdikan seseorang bertitik tolak pada tradisi masyarakatnya.Citorek  memiliki beberapa Tradisi adat, baik yang masih di  jalakan atau yang sudah tidak di jalankannya lagi. Yang masih di jalankan oleh warga kespuahan Citorek , diantara nya:

a.         Mipit
Mipit Adalah Upacara yang di laksanakan pada saat panen padi tiba. Tujuan nya adalah untuk menacri keberkahan agar hasil panen bisa melimpah. Dengan tata cara sebagai beriukut.

Dalam ritual mipit ini di lakukan oleh baris kolot dan ketua adat, hal yang pertama, baris kolot, atau pembantu ketua adat berkeliling kesetiap kampung yang berada di walyah Citorek  untuk meminta dana dalam acara mipit. Besar iuran yang di berikan oleh masyarakat berparatif namun masyarakat Citorek  biasa memberiakan beras, setalah itu mencari ayam kampung jago nya 7 dan kemudian di potong kemudian di hidangkan di hadapan kokolot. Namun setelah itu ketua adat yang melakukan doa-doa di dalam rumah khusus Atau orang Citorek  menyebut nya dengan sebutan (imah nu di pangerr). Menurut (alhadi 54), mipit memiliki simbolis kata-kata sebagai acuan dalam berprilaku. Kata-akat tersubut 


Mimpit kudu amit, ngala kudu menta, nganggo kudu suci, dahar kudu halal, kalawan ucap kudu sabenerna, mupakat kudu sarerea, ngahulu ka hukum ngunjar ka negara . 


Dan hal ini menganudung makana “ bahwa setiap kali akan memetik atau menuai hasil pertanian, warga kesepuahan Citorek  harus memohon izin pada karuhun “supernatural”. Dengan cara itu maka maasyarakat kesepuahan Citorek berharap dapat terhinadar dari berbagai petaka dan keuntungan yang berlimpah. Oleh karena itu setiap akan panen tiba selalu di adakan upacara mipit. Dalam kegiatan tradisi miti ini biasa di masukan kesenian yang berada di kesepuahan Citorek  yaitu: goong gede atau goong besar.


b.        Goong gede/ goong besar
Adalah camparan kesinian yang di mainkan oleh 4 oarang atau lebih yang terdiri dari rebab, kecrek, gong atau goong. Goong gede ini di mainkan pada saat ada pesta seperti sern tahun, hajatan, bahkan pada saat ngukut  ngarengkong padi dari temapat penjemuran sementara atau disebut lantaian.

c.         Ngarengkong / ngunyal/ ngakut padi
Ngarengkong meruapakan tradisi warga kesepuahan Citorek . Yang di lakukan dalam kurun 1 tahun sekali. Ngarekong yaitu mengakut padi dari sawah kokolot atau sawah tangtu dengan menggunakan bambu yang d kasih rotan kemudian berbunyi. Yang melakukan nya dari berbagi kalangan ada. 

Bahkan dari kalangan pelajar  SD, SMP, SMA, ada. Yang di maksud kesepuhan Citorek  adalah tradisi dari para pengurus adat, Incu putu (anak cucu keturunannya), anggota masyarakat lain yang bersedia untuk ikut "nyusup nubuy" dan " ciri sabumina cara sadesana" yang artinya setuju   untuk   mengikuti    seluruh  tradisi   yang  ada  di wewengkon   Citorek , misalnya: ikut melaksanakn balik tahun, atau yang biasa di sebut oleh masyarakat    wewengkon    Citorek adalah   seren tahun , dimana    acara     tersebut    di laksanakan sesudah panen padi, atau bisa di sebut hajatan panen padi, yang biasa di lakukan oleh masyarakat wewengkon Citorek  1 (satu) tahun sekali , karena msayarakat di wewengkon Citorek  ini hampir semua masyarakat bertani, pertanian masyarakat yang di dominasi oleh penanaman padi lokal dengan masa tanaman satu tahun sekali dan seluruh kegiatan di awali hanya pada hari senin adapun penanamannya tidak dapat atau tidak di perbolehkan memakai alat - alat modern, pertanian itu di ikuti oleh seluruh seluruh masyarakat wewengkon  Citorek .
Kesepuhan adalah sebuah kelompok masyarakat dalam sebuah pemukiman yang mendaiami suatu wilayah tertentu dan memiliki keseragaman dalam pola prilaku sosial buadayanya. Kesepuahan sering di sebut juga “kesatuan” dalam bahasa sunda.dan dalam bahas Indonesia di katakan sebagai “kelompok sosial” yang paling menonjol dari sesepuh adalah bahwa dalam setiap kelompok pemukim terdapat seorang sesepuh atau disebut juga kokolot.
Kokolot merupakan seorang pemimpin dalam sebuah sesepuh yang berfungsi sesbagai penaseahat dan petunjuk serta tempat berlindung atau dengan kata lain “ panangeuhan” menurut  bahasa sunda. Dalam bahas indonesia nya adalah tempat berlindung.
Menurut(Kusnaka Adimardja, kesepuahan yang tumbuh di atas yang luruh,1992). Istilah kesepuahan berasal dari kata sepuh yang berawalan ka dan ber akiran an. Sepuh adalah sinonim kolot. (bahasa sunda ) yang berarti ‘tua’ dalam bahasa indonesia. Sebutan kesepuahan menunjukan suatu sistem kepemimpinan dari suatu komunitas atau kelompok sosial dimana seagala aktifitas anggotanya berasaskan adat kebiasaan para orang tua. ( sepuh atau kolot.)
Aryono Soeyono (1985: 4) mengemukakan bahwa “adat adalah kebiasaan yang bersifat magis religius dari kehidupan penduduk asli, yang meliputi antara lain mengenai nilai-nilai budaya norma-norma yang aturan-aturan saling berkaitan yang kemudian menjadi suatu sistem atau peraturan tradisional”.
Selain itu pengertian adat juga tercantum dalam pengantar hukum adat Indonesia, (Roelof  Van Djik, 1979: 5) menyatakan bahwa “adat adalah segala bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang Indonesia yang menjadi tingkah laku sehari-hari antara satu sama lain.
Dalam sebuah kesepuhan sangat lah taat dalam menajalankan adat kebaiasaan orang tua atau adat kebaiasaan nenek moyang, semua ini tampak dari tata cara kehidupan mereka yang terikat oleh kesepuhan dan taat menjalankan apa yang pernah di jalankan oleh nenek moyang nya, dan mereka menyebut nya dengan sebutan “tatali paranti karuhun” atau dalambahasa indonesia biasa disebut”yang pernah di jalankan oleh orang tua” . hal ini di jalankan dengan tradsisi turun temurun. 
Menurut Anis Djatisunda (1984), upacara yang di lakukan oleh masyarakat kesepuahan adalah lebih mendekatai tata cara Kecirebonan , di antara nya pada setiap bulan mulud masyarakat kesepuhan selalu melakukan upacara  memandikan berbagai peralatan pearang yang mereka anggap suci.
Dalam tata cara memandikan peralatan perang, berbagai peralatan itu merupakan peninggalan nenek moyang. Dari  berbagai jenis peralatan perang yang pernah di pake oleh nenek moyang akan di mandikan. Orang kesepuahan menyebut nya dengan sebutan (nyeboran pakarang), dari berbagai peralatan perang yang ada akan di mandikan seperti jenis keris, pedang, samurai, atau bahkan kitab yang di anggap memilki nilai suci. Dan samapi sekarang hal ini masih di jalankan di kesepuhan-kesepuhan seperti di kesepuhan Citorek .

E. Karakteristik Masyarakat Citorek 
Masyarakat Citorek  disebut juga dengan pangawinan kehidupannya sudah setengah modern karena jalan sudah ada, listrik dan Televisi sudah ada dan bangunan rumahnya beberapa sudah modern tetapi sebagian besar rumahnya masih asli (rumah panggung). Bahasa yang digunakan bahasa Sunda, sebagian besar masyarakatnya menganut agama Islam dan setiap melakukan suatu kegiatan biasanya memakai kalender hijriah/islam, untuk itu setiap melakukan/menanam sesuatu harus membaca dua kalimat syahadat. Dalam kehidupan sosialnya menganut 3 (tiga) sistim yang di anut yaitu : Negara (jaro/lurah), Agama (panghulu), dan Karuhun (kasepuhan/kaolotan). Masyarakat Citorek  sebagian besar penghidupannya dari menanam padi (nyawah), oleh karena itu masyarakat desa Citorek  jika ingin mempunyai istri harus bisa menanam padi. Ada hari-hari tertentu masyarakat Citorek  tidak boleh melakukan kegiatan terutama di sawah yaitu hari Jumat dan Minggu, maksudnya kalau hari Jumat mereka harus melaksanakan shalat jumat, dan hari minggu mereka menghormati hari libur nasional/menghormati pemerintah. 
Dahulu masyarakat Citorek /pangawinan tidak boleh/dilarang memakai pakaian warna hitam, kain yang dibelah dua (semacam kain bugis), kopiah/laken, sepatu, rok/anderok , kebiasaan tersebut sekarang sudah tidak berlaku lagi, tapi kalau perempuannya sebagian besar masih memakai kain (tidak pakai rok). Setiap mengadakan perayaan selalu diiringi Goong Gede (Goong besar), goong gede ini dimainkan setahun 4 kali yaitu pada saat Ngaseuk, Mipit, Gegenek dan Seren Tahun.Goong gede terdiri dari saron, kecrek, kenong, dan kending.dimainkan oleh kurang lebih lima orang. Masyarakat Citorek  sekarang sudah banyak meninggalkan tradisinya misal Neres dan Sedekah Bumi sudah tidak pernah dilakukan lagi karena masyarakatnya sudah modern dan tidak percaya kepada keyakinan leluhurnya.
Citorek  merupakan sebuah perkampungan yang padat penduduk dengan di kelilingi pegunungan yang tinggi, dari sebalah selatan terdapat gunung luhur dan dari seblah barat terdapat gunung halimun dan sebalah utara  terdapat gunung keneng. Di telah sela-sela bukit antara pegunungan terdapat perkampungan yang sangat eksotis. Yang di sebut dengan kampung Citorek . Kata Citorek  berasal dari sungai yang berada di wilayah tersebut.  
Pada waktu di Lebak Singka ada Raja bernama Raja Suna, beliau membawa 2 orang keturunan Pangawinan (Pacalikan), kedua orang tersebut yaitu sepasang laki-laki dan perempuan, yang laki-laki dibawa ke Cikaret (Cisungsang, Cicarucub, dll) disebut Dulur Lalaki dan diberi bekal kemenyan, sedangkan yang perempuan dibawa ke Citorek  disebut Dulur Awewe diberi bekal Panglay (kunyit besar)” 

Masyarakat kesepuahan Citorek  memiliki  tradisi balik tahun, atau yang biasa di sebut oleh masyarakat  wewengkon    Citorek     adalah   seren tahun , dimana    acara     tersebut    dilaksanakan sesudah panen padi, atau bisa di sebut hajatan panen padi, yang biasa di lakukan oleh masyarakat wewengkon Citorek  1 (satu) tahun sekali , karena msayarakat di Wewengkon Citorek ini hampir semua masyarakat bertani, pertanian masyarakat yang di dominasi oleh penanaman padi lokal dengan masa tanaman satu tahun sekali dan seluruh kegiatan di awali hanya pada hari senin, pertanian itu di ikuti oleh seluruh masyarakat wewengkon  Citorek .












Haturun nuhun mugi aya manfaaat na nya
kanggo ka sadayana


 sumber:




Adimihardja, Kusnaka. 1992. Kasepuhan yang Tumbuh di Atas Yang Luruh”.Bandung : Tarsito. 


Wawancara

Alhadi, 54       (Baris kolot Kesepuhan Citorek , bagian luar)

Sarip, 52          (Baris kolot Kesepuhan Citorek , bagian dalam)

Omok, 34        (Pembantu Baris Kolot, Kesepuhan Citorek )
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar