A. Letak
Geografis Citorek
Desa
Citorek terletak di Kabupaten Lebak,
Kec. Cibeber , dan mempunyai 4 wilayah adat/kasepuhan yaitu :
1.
Citorek Timur yang
dipimpin oleh Olot Didi
2.
Citorek Barat
dipimpin oleh Olot Umar
3.
Citorek Tengah
dipimpin oleh Olot Undikar
4.
Citorek Selatan
dipimpin oleh Olot Kusdi
B. Pendidikan Di wilayah Kesepuahan Citorek
Pendidikan adalah
salah satu bagian terpenting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, karena pendidikan dapat menunjang segala bentuk keberhasilan bukan
hanya duniawi saja melainkan untuk kehidupan yang lebih kekal nanti. Pendidikan
juga bagian dari kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Bahkan suatu
bangsa akan di sebut bangsa yang maju apabila bangsa tersebut maju dalam salah
satu sector yang sangat penting yaitu dalam pendidikannya, begitu juga suatu
bangsa akan tenggelam apabila rusak pendidikannya.
Menurut UU No.20
Thn. 2003, Sisdiknas, BAB I. “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”. Sedangkan
“Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman
Menurut (Haryadi, 2004:224) tradisi lisan, sebagai
aset budaya dilihat dari berbagai aspeknya memiliki nilai-nilai pragmatik.
Proses penciptaannya menumbuhkan sikap kreatif, responsif, dan dinamis, serta
memberikan gambaran profesionalisme yang rendah hati. Pesan yang terdapat di
dalamnya dapat memperluas wawasan dan informasi tentang kepercayaan, pandangan
hidup, adat istiadat, dan peradaban. Unsur pembentuknya dapat menjadi sumber
inspirasi bagi penciptaan karya seni yang lain. Penyajian dan pergelarannya
dapat mengakrabkan hubungan sosial, serta memberikan teladan tentang sistem
kerja sama yang kompak dan harmonis. Kearifan menyikapi budaya-budaya yang berbeda pernah dilakukan
oleh para leluhur kita. Para wali telah berhasil mengawinkan budaya lokal
dengan budaya Islam sehingga melahirkan berbagai tradisi Jawa yang islami.
Wayang kulit yang ada sekarang ini,
misalnya, menurut Adnan (Salam,
1974:65) bukanlah berasal dari India, melainkan ciptaan dari Wali Sanga pada zaman
kerajaan Bintoro Demak.
Wayang kulit diciptakan para wali sebagai hasil permusyawaratan
untuk mengajak umat dan rakyat memeluk agama Islam. mestinya kita juga mampu
mengadopsi budaya barat tanpa harus mengorbankan budaya lokal. Oleh karena itu, akulturasi budaya merupakan
solusi yang terbaik. Kehadiran generasi muda dari berbagai daerah dengan latar
belakang budaya yang beragam mestinya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kreativitas budaya dan
memperkaya nilai.
Berkumpulnya berbagai
etnik di pendidikan dapat diberdayakan
untuk pengembangan budaya lokal. Pemberian fasilitas kepada mereka untuk
melestarikan budaya masing-masing akan menyemarakkan Citorek sebagai kesepuhan adat yang kaya akan budaya
lokal.
Pelestarian dan pengembangan budaya dapat dilakukan
melalui berbagai lembaga, salah satunya adalah lembaga pendidikan. Sekolah-sekolah dapat memberikan kontribusinya
melalui penataan kurikulum, terutama
muatan lokal yang memungkinkan pelestarian dan pengembangan budaya daerah.
Pendidikan dasar dapat memberikan landasan tentang nilai-nilai keraifan
lokal wewngkon Citorek melalui budaya daerah, misalnya memberikan materi
tentang cara memainkan goong gede. Serta di perkenalkan nya siswa/i terhadap
upcara mipit dan ngarengkong, yang merupakan asli tradisi yang di miliki waraga
kesepuahan, yaitu di Citorek .
Seperti hal nya kepada siswa/i SMP 3 Cibeber yang sudah memiliki apresiasi yang cukup
tinggi terhadap tradisi lokal kesepuahan Citorek yang sudah di
diperkenalkan alat musik serta
budaya dari daerah lain. Alat musik yang di perkenalkan seperti calung, dan
buday berpakian, Selanjutnya, seiring dengan meningkatnya apresiasi budaya di
kalangan para siswa, mereka dapat diperkenalkan tradisi mipit yang biasa di
lakukan pada saat akan panen tiba, serta di perkenalakan pula tradisi
ngarengkong , dan tradisi-tradisi lain nya. Agar budaya lokal tetap terjaga.
karena dengan demikian, lembaga pendidikan telah memberikan kontribusi yang
nyata dalam pelestarian dan pengembangan budaya.
Problem yang paling pelik adalah para siswa/i SMP Negeri 3 Cibeber , dalam
ruang lingkup kelas 2-A, belum memahami akan arti penting dari sebuah tradisi
lokal tersebut terutama goong gede, mipit, serta ngarengkon, sebab mereka
banyak terpengaruhi oleh budaya- budaya luar, yang datang ke kesepuahan Citorek
. Namun, dalam hal ini pemerintah daerah
dan guru-guru yang berada di SMP Negeri 3 Cibeber , harus mempertimbangkannya,
untuk tetap memasukan sejarah lokal
dalam materi pelajaran, yang bertujuan agar budaya lokal tetap lesatri,
karna, akan berdampak positif terhadap sektor lain.
Memperkenalkan budaya lokal terhadap siswa/i akan
menggairahkan siswa/i untuk memilkii rasa keingin tahu karena, pelaku nya
adalah lingkungan di sekitar temapat tinggal nya. Dengan demikian, kebudaan
lokal terutama tradisi adat kesepuahan Citorek akan berkembang.
Di samping itu, menurut survai, yang penulislakukan
terhadap siswa/i SMP Negeri 3 Cibeber . Bahwa lembaga pendidikan SMP Negeri 3 Cibeber
, membutuhkan pelatihan untuk menjadi guru seni tradisional, seperti goong gede
dan memberikan informasi terakit dengan tradisi lokal kesepuahan Citorek agar budaya lokal Citorek tidak berhenti samapi disitu.
Lebih jauh, diharapkan melalui program seperti itu
akan tumbuh kesadaran dari para siswa/i untuk bekerja dalam melestarikan budaya
lokal. Mereka dapat bekerja dan melaksanakan serta pemanfaatannya. Dengan
demikian, maka hal tersebut akan berdampak sosial, seperti terwujudnya
kerukunan, kedamainan lahir dan batin. Lewat pelestarian budaya lokal tersebut
juga akan lahir individu-individu yang
peka perasaannya, terampil, cerdas pikirnya, dan halus budinya serta santun
perilakunya.
Lembaga pendidikan
dapat memberikan kontribusi terhadap pelestarian dan pengembangan budaya
lokal, terutama melalui kurikulum muatan lokal.
Salah satu alternatif program yang ditawarkan adalah pengadaan buku-buku tradisi-tradisi
lokal yang berada di daerah masing-masing, yang bertujuan untuk meningkatakan
pemahaman siswa/i terhadap budaya lokal. Program itu tampaknya sulit, tetapi
sebenarnya mudah, karena memiliki dampak yang sangat besar terhadap
perkembangan berbagai sektor lain, terutama budaya lokal.
C. Sejarah Kesepuhan Citorek
Pada tahun 1842, masyarakat Citorek atau biasa di sebut
dengan masyarakat kesepuhan Citorek ,yang berasal dari Guradog Kecamatan Curug bitung,Pada zaman dahulu para kesepuhan
mengadakan musyawarah yang bertempat di guradog yang di pimpin oleh kesepuhan
yang bernama, aki buyut sainta , dan hasil musyawarah itu menentukan atau
mencari lahan yang luas untuk mendirikan pemukiman dan ladang, kesepuhan
tersebut mengutus 10 orang untuk mencari lahan itu , lamanya perjalanan tiga
hari tiga malam untuk mencari lahan tersebut, sesudah tiga hari tiga malam itu
orang yang di perintahkan belum ketemu
air (sungai). (sumber : wawancara : Al Hadi, 54)
Sudah tiga hari baru ketemu sungai yang di cari selama ini,
sesudah di tumukan sungai itu orang-orang yang di perintahkan itu langsung
memberitahukan kepada para sesepuh bahwa ada sungai yang sama sekali tidak
kedengaran suaranya yang kemudian di beri nama CITOREK.
Menurut Admirdja
kusnaka, masyarakat kasepuhan Citorek merupakan
keturunan kerajaan sunda Hindu pakuan pajajaran(keturunan prabu siliwangi), kurang
lebih 600 tahun yang lalu,para tentara kesultanan Banten menyerang kerajaan
sunda Hindu Pakuan-pajajaran yang berpusat di daerah Bogor sekarang ,
selanjutnya mereka hidup di wilayah perbatasan bogor sukabumi-Lebak, tersebar
di kecamatan jasinga(kampung Gajrug,Sajira,Guradong),kecamatan Bayah (Tegal Lumbu,
Cicarucub,Cisungsan,Cisimeut,Sirnagalih, Cikadu,Citorek ), kecamatan Cigudeg(Urug,Pabuaran,
Cipatat kolot) dan Cisolok (sepanjang sungai Cibareno Girang) dan kecamatan
sobang(Pasir Eurih, Cibece dan Cibeas).
Mereka sudah tahu bahwa akan menuju suatu wilayah yang akan
menjadi wewengkon (wilayah adat) wilayah adat tersebut di tandai mulai dari
parakan saat di sebelah timur , pasir sage di sebelah barat, dan gunung keneng
di sebelah utara .Pada mulanya datang ke Citorek hanyalah bertani bikin huma, dari tahun 1846
sampai tahun 1930, itu bertani huma, dari tahun 1930 ketika jaro Negara di
pegang oleh RATAM, sesuai wangsit leluhur pada tahun 1964 masyarakat kesepuhan Citorek
sempat pindah ke ciawitali dan pada awal
tahun 1966 masyarakat Citorek kembali
lagi ke Citorek untuk menetap di Citorek
, sampai sekarang.
Masyarakat meyakini bahwa mereka adalah "keturunan
pangawinan" (masyarakat kesepuhan
di wilayah Kidul Kecamatan Bayah
dan Cibeber , Cikotok) Dan
sejarah kepemimpinan masyarakat kesepuhan Citorek meyakini bahwa kesepuhan Citorek merupakan masyarakat yang bernegara, bermasyarakat
dan ber adat, sebagai wujud dari keyakinan tersebut mereka memiliki
kepemimpinan yang mewakiSi ketiga perinsip tersebut, yaitu kesepuhan sebutan
untuk kepemimpin kesepuhan yaitu (Oyok), Jaro Kolot (Jaro Adat) penghulu
(pimpinan agama) Jaro Negara sekarang di sebut Kepala Desa, dan Baris Kolot.
Dalam perkembangan di Citorek di angkatlah jadi jaro Negara yaitu Jaro Ratam, yang
kemudian Jaro Marja'i menjadiJaro Kolot.Pada waktu di Lebak Singka
ada Raja bernama Raja Suna, beliau membawa 2 orang keturunan Pangawinan
(Pacalikan), kedua orang tersebut yaitu sepasang laki-laki dan perempuan, yang
laki-laki dibawa ke Cikaret (Cisungsang, Cicarucub, dll) disebut Dulur Lalaki
dan diberi bekal kemenyan, sedangkan yang perempuan dibawa ke Citorek disebut Dulur Awewe diberi bekal Panglay
(kunyit besar),
Kesepuhan ini di wariskan secara turun- temurun, dan tidak
bisa di gantiakn begitu saja selama orang yang di wariskan tersebut masih ada,
dan hanya kematian yang bisa menggantikan nya, samapai dengan sekarang apa yang pernah
di lakukan oleh nenek moyang masyarakat Citorek melaksanakan nya. Seperti tradisi-tardisi
lokal ayang berada di kesepuahan Citorek .
D. Tradisi Lokal Kesepuhan Citorek
Tradisi (Bahasa Latin: traditio, “diteruskan”) atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling
sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian
dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya pada satu negara,
kebudayaan, waktu tertentu atau penganut agama. Tradisi merupakan hasil cipta dan
karya manusia objek material, kepercayaan, khayalan, kejadian, atau lembaga
yang diwariskan dari sesuatu generasi ke generasi berikutnya.seperti misalnya
adat-istiadat,kesenian dan properti yang digunakan. Sesuatu yang di wariskan
tidak berarti harus diterima, dihargai, diasimilasi atau disimpan sampai mati.
Bagi para pewaris setiap apa yang mereka warisi tidak dilihat sebagai “ tradisi
”. tradisi yang diterima akan menjadi unsur yang hidup didalam kehidupan para
pendukungnya. Ia menjadi bagian dari masa lalu yang di pertahankan sampai
sekarang dan mempunyai kedudukan yang sama dengan inovasi- inovasi baru.
Tradisi merupakan suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah
berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun-temurun dimulai dari
nenek moyang.
Kearifan lokal
dianggap oleh masyarakat setempat sebagai pemikiran arif bijaksanayang sifatnya
setempat pula, tapi diharapkan mempunyai pengaruh positif ke daerah
lainnyasebagai salah-satu bentuk solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang
timbul akibatpengaruh dari pemikiran global (Pawitro, 2011)
Dan hal yang paling mendasar dari
tardisi adalah ada nya informasi dari generasi ke generasi agar tardisi itu
tidak berhenti di situ. Informasi yang biasa di peroleh baik itu melalui
tulisan atau pun lisan, karna dengan ada nya penerus maka tradisi akan biasa d
jaga dan di lestarikan. Namun informasi yang di dapat dari generasi kegenerasi
harus lah jelas agar generasi yang selanjut nya dapat memahami akan arti dari
penting nya sebuah tradisi.
Seperti hal nya tradisi kesenian
goong gede di desa kesepuahan adat Citorek . Goong gede (goong besar) adalah
sebuah musik tradisioanal yang sangat di gemari oleh masyarakat Citorek sebelum adanya musik alatrnatif lain nya yang
datang ke Citorek , dari berbagai kalangan mereka sangat menyukai nya. Tapi karena desakan kemajuan
dibidang kesenian yang didukung oleh kemajuan teknologi maka bermunculanlah
berbagai jenis seni musik.
Dewasa ini kita sudah mulai melihat bahwa generasi
muda sekarang sudah banyak yang tidak lagi mengenal kesenian goong gede(goong
besar). Mereka lebih suka seni musik dangdut misalnya.tentu nya ini merupakan
sebuah persoalan yang mesti kita pecahkan agar kaum muda bisa memahami akan
tradisi lokal. Dalam pengertian lain tradisi dikatakan
sebagai kebiasaan yang sudah di lakukan dari nenek moyang samapai sekarang .Selanjutnya dari
konsep tradisi akan lahir istilah tradisional. Tradisional merupakan sikap
mental dalam memberikan respon terhadap berbagai persoalan dalam masyarakat
berdasarkan tradisi. Didalamnya terkandung metodologi atau cara berfikir dan
bertindak yang selalu berpegang teguh atau berpedoman pada tradisi. Tradisi
selalu di kontrol oleh nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan
kata lain tradisional adalah setiap tindakan dalam menyelesaikan
persoalan berdasarkan tradisi.Seseorang akan merasa yakin bahwa suatu
tindakannya adalah betul dan baik, bila dia bertindak atau mengambil keputusan
sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Dan sebaliknya, dia akan merasakan
bahwa tindakannya salah atau keliru atau tidak akan dihargai oleh masyarakat
jika ia berbuat diluar tradisi atau kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakatnya.
Disamping itu berdasarkan pengalaman (kebiasaan)nya dia akan tahu persis mana
tindakan yang menguntungkan dan mana yang tidak. Di mana saja masyarakatnya
tindakan cerdas atau kecerdikan seseorang bertitik tolak pada tradisi
masyarakatnya.Citorek memiliki beberapa Tradisi adat, baik yang
masih di jalakan atau yang sudah tidak
di jalankannya lagi. Yang masih di jalankan oleh warga kespuahan Citorek , diantara
nya:
a.
Mipit
Mipit Adalah Upacara yang di laksanakan pada saat
panen padi tiba. Tujuan nya adalah untuk menacri keberkahan agar hasil panen
bisa melimpah. Dengan tata cara sebagai beriukut.
Dalam ritual mipit ini di lakukan oleh baris kolot
dan ketua adat, hal yang pertama, baris kolot, atau pembantu ketua adat
berkeliling kesetiap kampung yang berada di walyah Citorek untuk meminta dana dalam acara mipit. Besar
iuran yang di berikan oleh masyarakat berparatif namun masyarakat Citorek biasa memberiakan beras, setalah itu mencari
ayam kampung jago nya 7 dan kemudian di potong kemudian di hidangkan di hadapan
kokolot. Namun setelah itu ketua adat yang melakukan doa-doa di dalam rumah
khusus Atau orang Citorek menyebut nya
dengan sebutan (imah nu di pangerr). Menurut (alhadi 54), mipit memiliki
simbolis kata-kata sebagai acuan dalam berprilaku. Kata-akat tersubut
Mimpit
kudu amit, ngala kudu menta, nganggo kudu suci, dahar kudu halal, kalawan ucap
kudu sabenerna, mupakat kudu sarerea, ngahulu ka hukum ngunjar ka negara .
Dan hal ini menganudung makana “ bahwa setiap kali
akan memetik atau menuai hasil pertanian, warga kesepuahan Citorek harus memohon izin pada karuhun
“supernatural”. Dengan cara itu maka maasyarakat kesepuahan Citorek berharap
dapat terhinadar dari berbagai petaka dan keuntungan yang berlimpah. Oleh
karena itu setiap akan panen tiba selalu di adakan upacara mipit. Dalam
kegiatan tradisi miti ini biasa di masukan kesenian yang berada di kesepuahan Citorek
yaitu: goong gede atau goong besar.
b.
Goong gede/
goong besar
Adalah camparan kesinian yang di mainkan oleh 4
oarang atau lebih yang terdiri dari rebab, kecrek, gong atau goong. Goong gede
ini di mainkan pada saat ada pesta seperti sern tahun, hajatan, bahkan pada
saat ngukut ngarengkong padi dari
temapat penjemuran sementara atau disebut lantaian.
c.
Ngarengkong
/ ngunyal/ ngakut padi
Ngarengkong meruapakan tradisi warga kesepuahan Citorek
. Yang di lakukan dalam kurun 1 tahun sekali. Ngarekong yaitu mengakut padi
dari sawah kokolot atau sawah tangtu dengan menggunakan bambu yang d kasih
rotan kemudian berbunyi. Yang melakukan nya dari berbagi kalangan ada.
Bahkan
dari kalangan pelajar SD, SMP, SMA, ada.
Yang
di maksud kesepuhan Citorek adalah
tradisi dari para pengurus adat, Incu putu (anak cucu keturunannya), anggota
masyarakat lain yang bersedia untuk ikut "nyusup nubuy" dan "
ciri sabumina cara sadesana" yang artinya setuju untuk
mengikuti seluruh tradisi
yang ada di wewengkon
Citorek , misalnya: ikut melaksanakn balik tahun, atau yang biasa di
sebut oleh masyarakat wewengkon Citorek adalah seren tahun , dimana acara
tersebut di laksanakan sesudah
panen padi, atau bisa di sebut hajatan panen padi, yang biasa di lakukan oleh
masyarakat wewengkon Citorek 1 (satu)
tahun sekali , karena msayarakat di wewengkon Citorek ini hampir semua masyarakat bertani, pertanian
masyarakat yang di dominasi oleh penanaman padi lokal dengan masa tanaman satu
tahun sekali dan seluruh kegiatan di awali hanya pada hari senin adapun
penanamannya tidak dapat atau tidak di perbolehkan memakai alat - alat modern,
pertanian itu di ikuti oleh seluruh seluruh masyarakat wewengkon Citorek .
Kesepuhan adalah sebuah kelompok masyarakat dalam sebuah pemukiman
yang mendaiami suatu wilayah tertentu dan memiliki keseragaman dalam pola
prilaku sosial buadayanya. Kesepuahan sering di sebut juga “kesatuan” dalam
bahasa sunda.dan dalam bahas Indonesia di katakan sebagai “kelompok sosial”
yang paling menonjol dari sesepuh adalah bahwa dalam setiap kelompok pemukim
terdapat seorang sesepuh atau disebut juga kokolot.
Kokolot merupakan seorang pemimpin dalam sebuah sesepuh yang
berfungsi sesbagai penaseahat dan petunjuk serta tempat berlindung atau dengan
kata lain “ panangeuhan” menurut bahasa
sunda. Dalam bahas indonesia nya adalah tempat berlindung.
Menurut(Kusnaka Adimardja, kesepuahan
yang tumbuh di atas yang luruh,1992). Istilah kesepuahan berasal dari kata
sepuh yang berawalan ka dan ber akiran an. Sepuh adalah sinonim kolot. (bahasa
sunda ) yang berarti ‘tua’ dalam bahasa indonesia. Sebutan kesepuahan
menunjukan suatu sistem kepemimpinan dari suatu komunitas atau kelompok sosial
dimana seagala aktifitas anggotanya berasaskan adat kebiasaan para orang tua.
( sepuh atau kolot.)
Aryono Soeyono (1985: 4) mengemukakan bahwa “adat adalah kebiasaan
yang bersifat magis religius dari kehidupan penduduk asli, yang meliputi antara
lain mengenai nilai-nilai budaya norma-norma yang aturan-aturan saling
berkaitan yang kemudian menjadi suatu sistem atau peraturan tradisional”.
Selain itu pengertian adat juga tercantum dalam pengantar hukum adat
Indonesia, (Roelof Van Djik, 1979: 5) menyatakan bahwa “adat adalah
segala bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang Indonesia yang menjadi tingkah
laku sehari-hari antara satu sama lain.
Dalam sebuah kesepuhan sangat lah taat dalam menajalankan adat
kebaiasaan orang tua atau adat kebaiasaan nenek moyang, semua ini tampak dari
tata cara kehidupan mereka yang terikat oleh kesepuhan dan taat menjalankan apa
yang pernah di jalankan oleh nenek moyang nya, dan mereka menyebut nya dengan
sebutan “tatali paranti karuhun” atau
dalambahasa indonesia biasa disebut”yang pernah di jalankan oleh orang tua” .
hal ini di jalankan dengan tradsisi turun temurun.
Menurut Anis Djatisunda (1984), upacara yang di lakukan oleh
masyarakat kesepuahan adalah lebih mendekatai tata cara Kecirebonan , di antara
nya pada setiap bulan mulud masyarakat kesepuhan selalu melakukan upacara memandikan berbagai peralatan pearang yang
mereka anggap suci.
Dalam tata cara memandikan peralatan perang, berbagai peralatan itu
merupakan peninggalan nenek moyang. Dari
berbagai jenis peralatan perang yang pernah di pake oleh nenek moyang
akan di mandikan. Orang kesepuahan menyebut nya dengan sebutan (nyeboran pakarang), dari berbagai
peralatan perang yang ada akan di mandikan seperti jenis keris, pedang,
samurai, atau bahkan kitab yang di anggap memilki nilai suci. Dan samapi
sekarang hal ini masih di jalankan di kesepuhan-kesepuhan seperti di kesepuhan Citorek
.
E. Karakteristik
Masyarakat Citorek
Masyarakat
Citorek disebut juga dengan pangawinan
kehidupannya sudah setengah modern karena jalan sudah ada, listrik dan Televisi
sudah ada dan bangunan rumahnya beberapa sudah modern tetapi sebagian besar
rumahnya masih asli (rumah panggung). Bahasa yang digunakan bahasa Sunda,
sebagian besar masyarakatnya menganut agama Islam dan setiap melakukan suatu
kegiatan biasanya memakai kalender hijriah/islam, untuk itu setiap
melakukan/menanam sesuatu harus membaca dua kalimat syahadat. Dalam kehidupan
sosialnya menganut 3 (tiga) sistim yang di anut yaitu : Negara (jaro/lurah),
Agama (panghulu), dan Karuhun (kasepuhan/kaolotan). Masyarakat Citorek sebagian besar penghidupannya dari menanam
padi (nyawah), oleh karena itu masyarakat desa Citorek jika ingin mempunyai istri harus bisa menanam
padi. Ada hari-hari tertentu masyarakat Citorek tidak boleh melakukan kegiatan terutama di
sawah yaitu hari Jumat dan Minggu, maksudnya kalau hari Jumat mereka harus
melaksanakan shalat jumat, dan hari minggu mereka menghormati hari libur
nasional/menghormati pemerintah.
Dahulu
masyarakat Citorek /pangawinan tidak boleh/dilarang memakai pakaian warna
hitam, kain yang dibelah dua (semacam kain bugis), kopiah/laken, sepatu,
rok/anderok , kebiasaan tersebut sekarang sudah tidak berlaku lagi, tapi kalau
perempuannya sebagian besar masih memakai kain (tidak pakai rok). Setiap
mengadakan perayaan selalu diiringi Goong Gede (Goong besar), goong gede ini
dimainkan setahun 4 kali yaitu pada saat Ngaseuk, Mipit, Gegenek dan Seren
Tahun.Goong gede terdiri dari saron, kecrek, kenong, dan kending.dimainkan oleh
kurang lebih lima orang. Masyarakat Citorek sekarang sudah banyak meninggalkan tradisinya
misal Neres dan Sedekah Bumi sudah tidak pernah dilakukan lagi karena
masyarakatnya sudah modern dan tidak percaya kepada keyakinan leluhurnya.
Citorek merupakan sebuah perkampungan yang padat
penduduk dengan di kelilingi pegunungan yang tinggi, dari sebalah selatan
terdapat gunung luhur dan dari seblah barat terdapat gunung halimun dan sebalah
utara terdapat gunung keneng. Di telah
sela-sela bukit antara pegunungan terdapat perkampungan yang sangat eksotis.
Yang di sebut dengan kampung Citorek . Kata Citorek berasal dari sungai yang berada di wilayah
tersebut.
Pada
waktu di Lebak Singka ada Raja bernama Raja Suna, beliau membawa 2 orang
keturunan Pangawinan (Pacalikan), kedua orang tersebut yaitu sepasang laki-laki
dan perempuan, yang laki-laki dibawa ke Cikaret (Cisungsang, Cicarucub, dll)
disebut Dulur Lalaki dan diberi bekal kemenyan, sedangkan yang perempuan dibawa
ke Citorek disebut Dulur Awewe diberi
bekal Panglay (kunyit besar)”
Masyarakat
kesepuahan Citorek memiliki tradisi balik tahun, atau yang biasa di sebut
oleh masyarakat wewengkon Citorek adalah
seren tahun , dimana acara tersebut
dilaksanakan sesudah panen padi, atau bisa di sebut hajatan panen padi,
yang biasa di lakukan oleh masyarakat wewengkon Citorek 1 (satu) tahun sekali , karena msayarakat di Wewengkon
Citorek ini hampir semua masyarakat bertani, pertanian masyarakat yang di
dominasi oleh penanaman padi lokal dengan masa tanaman satu tahun sekali dan
seluruh kegiatan di awali hanya pada hari senin, pertanian itu di ikuti oleh seluruh
masyarakat wewengkon Citorek .
|
|
|
|
| |
|
|
|
Haturun nuhun mugi aya manfaaat na nya kanggo ka sadayana
sumber:
Adimihardja,
Kusnaka. 1992. Kasepuhan yang Tumbuh di
Atas Yang Luruh”.Bandung : Tarsito.
Wawancara
Alhadi, 54 (Baris
kolot Kesepuhan Citorek , bagian luar)
Sarip, 52 (Baris
kolot Kesepuhan Citorek , bagian dalam)
Omok, 34 (Pembantu
Baris Kolot, Kesepuhan Citorek )
|