Oleh: AAN
PENDAHULUAN
Keragaman budaya dan tradisi merupakan khazanah yang tidak ternilai
sehingga telah mengantarkan bangsa ini kepada kekayaan nilai-nilai budaya. Suku
Sunda (khususnya di Banten, Lebak Selatan) memiliki tradisi yang turun-temurun
dan masih tetap dipertahankan hingga sekarang dalam lingkup wewengkon adat
Citorek. Wewengkon merupkan suatu komunitas masyarakat yang mendiami suatu
tempat yang terikat dalam suatu aturan yang dinamakan dengan masyarakat Adat
kesepuhan.
Sebagai tradisi turun temurun, tradisi
tersebut juga merupakan salah satu cara dalam meningkatkan solidaritas antara
sesasma masyarakat untuk menjaga kelestarian tradisi tersebut dari modernisasi.
Pelestarian tradisi menjadi sebuah keharusan bagi semua lapisan masyarakat
Citorek, termasuk oleh kaum perempuan. Meskipun kaum perempuan mempunyai
perbedaan dalam fungsi sosial dan serta perananya yang tidak terlalu menonjol.
Karena dalam lingkungan keluarga, pria menjadi kepala keluarga mempunyai
kekuasaan sebagai pemberi keputusan. Namun pelaksanaan dan pelestarian tradisi
di adat wewengkon Citorek merupakan sebuah tradisi yang tak bisa dilepaskan
dari peran kaum perempuan dalam pelaksanaannya.
Karena tradisi pada adat Wewengkon Citorek mencakup berbagai kebiasaan
pribadi atau kebiasaan budaya masyarakat Citorek, termasuk juga terhadap
perempuan. Kebiasaan tersebut tercermin dalam pelaksanaan tradisi mapag pare
beukah, dimana peran perempuan ikut serta dalam pelaksanaannya dan bahkan
melalui tradisi tersebut juga perempuan ikut serta melestarikan tradisi adat
yang sudah ada.
Selain sebagai tradisi turun temurun, tradisi juga
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan solidaritas dan integrasi
masyarakat, karena tidak bisa dipungkiri bahwa suatu saat tradisi tersebut
terkikis bahkan hilang di zaman modern sekarang ini.
PEREMPUAN
PADA WEWENGKON ADAT CITOREK
Desa Citorek terletak di Kabupaten Lebak, Kec.
Cibeber, dan mempunyai 5 wilayah adat/kasepuhan yaitu: 1) Citorek Timur yang
dipimpin oleh Olot Didi, 2) Citorek Barat dipimpin oleg Olot Umar, 3) Citorek
Tengah dipimpin oleh Olot Undikar, 4) Citorek Selatan dipimpin oleh Olot Kusdi,
5) Citorek Sabrang dipimpin oleh Olot sana.
Adat
Kesepuhan merupakan satu kesatuan sosial, histori, ekonomi dan budaya.
Sedangkan wilayah Adat Kasepuhan Citorek dinamakan Wewengkon Citorek mempunyai
batas-batas wilayah yang jelas berdasarkan titipan dari leluhurnya. Adapun isi
wewengkon di dalamnya mencakup hutan adat, hutan garapan atau hutan sampalan,
pemukiman, pemakaman dan sawah tangtu (yang bersifat komunal) serta tanah-tanah
garapan kepemilikan individu yang telah diatur status kepemilikannya menurut
hukum pemerintah. Adapun kriteria masyarakat
adat diantaranya :
1.
Adanya pemimpin, kelembagaan Adat Kasepuhan Citorek dipimpin oleh seorang
sesepuh yang nama lokal di Kasepuhan Citorek dinamakan atau disebut Oyok dan
dibantu oleh para perangkat Adat seperti Jaro Adat, Panghulu, Paraji, Bengkong
dan Baris Kolot yang mempunyai fungsi dan tugas masing-masing.
2.
Adanya Ruang, wilayah Adat Kasepuhan Citorek dinamakan Wewengkon Citorek
mempunyai batas-batas wilayah yang jelas berdasarkan titipan dari leluhurnya.
Adapun isi wewengkon di dalamnya mencakup hutan adat, hutan garapan atau hutan
sampalan, pemukiman, pemakaman dan sawah tangtu (yang bersifat komunal) serta
tanah-tanah garapan kepemilikan individu yang telah diatur status
kepemilikannya menurut hukum pemerintah.
3.
Adanya Komunitas, komunitas adalah Warga adat yang dalam bahasa kasepuhan
disebut incu putu yang memegang teguh tatali paranti karuhun secara turun
temurun.
4.
Adanya Pranata Hukum Adat, aturan-aturan adat dan sangsi adat yang masih
ditaati yang dilaksanakan oleh semua komunitas warga adat kasepuhan.
Eksistensi perempuan dalam pelestarian budaya di Citorek memang
tidak bisa dianggap hal yang aneh ataupun sesuatu yang baru. Karena keberadaan
perempuan dalam suatu tradisi sudah saling berkaitan, hal ini bisa dilihat
setelah melahirkan ada upacara-upacara kegiatan keagamaan dan tradisi orang tua
untuk perempuan dan bayinya, bayi yang baru lahir itu mulai berinteraksi dengan
orang-orang yang berada di sekelilingnya. Secara disadari atau tidak, bayi
tersebut sudah menjalani proses enkulturasi (proses pembelajaran budaya tradisi
seseorang). Melalui proses ini seorang bayi belajar tentang peranan gender
untuk masing-masing jenis kelamin, yaitu apa yang pantas dilakukan oleh
laki-laki dan apa yang pantas dilakukan oleh perempuan sesuai dengan budaya di
mana ia tumbuh dan berkembang.
Nilai-nilai yang terdapat pada perempuan (kesederhanaan, lemah
lembut, dan peka) menjadikan perempuan menjadi guru bagi anak-anak dan di
anggap mampu dalam memberikan nasehat dan arahan agar regenerasi sebagai
pemegang teguh tradisi tetap terjaga dan teruss lestari, selain itu perempuan memiliki
peranan yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat yang bermoral. Adapun peranan perempuan secara kodrati adalah penerus keturunan umat
manusia.
Tradisi di desa Citorek yang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan solidaritas dan
integrasi masyarakat memang tidak dapat lepas bagi kehidupan masyarakat Citorek
itu sendiri. Keberadaan tradisi dan pelestarian tradisi di Wewengkon Adat
Citorek merupakan suatu wujud kebersamaan dan keharmonisan antar manusia dengan
manusian dan manusia dengan lingkungannya. Khusus bagi keberadaan perempuan
dalam pelestarian tradisi tersebut bisa dilihat dari peranannya dalam
pelaksanaan tradisi, keikutsertaan perempuan, keberadaannya dan juga
peranannya.
Peranan perempuan dalam tradisi masyarakat Citorek tidak bisa
dihilangkan begitu saja, meskipun peran perempuan tidak langsung nyata ada
dalam struktur kelembagaan adat tapi keberadaan perempuan dalam proses tradisi
di desa Citorek sangat berpengaruh. Misalnya pada tradisi anyaman bambu di desa citorek, penggunaan
anyaman bambu bagi masyarakat Citorek ini masih dipertahankan hingga sekarang,
terutama pada tradisi mapag pare sering digunakan untuk membungkus dodol atau
jenis makanan lainnya. Tradisi anyaman bambu ini sudah menjadi keharusan bagi
kaum perempuan agar bisa mengikuti tradisi yang diturunkan oleh orang tuanya.
Oleh karena itu tradisi anyaman bambu, selain merupakan tradisi masyarakat
Citorek juga mempunyai fungsi dan kegunaan diantaranya untuk keperluan pada
pelaksanaan tradisi,
Maka dari itu peran dan kedudukan perempuan dalam tradisi wewengkon
tradisi desa Citorek akan tetap ada dalam setiap pelaksanaannya, begitu juga
dengan dengan eksistensi perempuan dalam pelestarian tradisi wewengkon tradisi
desa Citorek tetapi menyumbangkan melalui peranannya sebagai perempuan baik
dari sejarahnya maupun dalam proses perkembangannya perempuan tetap ada,
diantaranya :
1.
Keikutsertaan perempuan dalam setiap kegiatan tradisi yang
dilaksanakan masyrakat Citorek, dalam pelaksanaannya eksistensi perempuan (baik
ibu rumah tangga maupun para perempuan
remaja) yang ikut dalam perayaan tradisi mapag
pare beukah dan nganyam. Pada
pelaksanaan tradisi mapag pare beukah biasanya para perempuan terjun
langsung pada setiap pelaksanaannya yaitu mempersiapkan segala kebutuhan yang
diperlukannya misalnya : membuat makanan yang akan di arak ke sawah, membuat
bakul, membuat hihid (kipas). Tidak
hanya itu saja pada saat perayaan mapag pare beukah pun para perempuan ikut
menyambit padi. Sehingga dengan keikutsertaan para perempuan tersebut maka
keberadaan perempuan tidak hanya sebagai pelengkap sebuah tradisi saja
melainkan juga berperan langsung dalam setiap kegiatannnya. Dengan ikut
berperan langsung maka eksistensi perempuan dalam pelestarian tradisi wewengkon
tradisi desa Citorek terlihat nyata melalui posisi dan peranannya.
2.
Selain peranan tersebut, eksistensi perempuan dalam pelestarian
tradisi wewengkon tradisi desa Citorek juga dilakukan oleh para perempuan
lainnya yaitu melalui ilmu pengetahuan dan kajian tradisi-tradisi dalam bentuk
karya ilmiah, skripsi, website internet dan karya lainnya. Sehingga melalui
karya tersebut keberadaan tradisi di tradisi wewengkon adat Citorek akan selalu
terjaga keberadaannya seiring dengan kedudukan perempuan pada masyarakat
wewengkon adat Citorek.
3.
Pelestarian melalui perayaan tradisi yang dilakukan pada saat hari
besar agama atau saat penyambutan tamu istimewa. Pelestarian semacam ini
biasanya dilakukan hanya pada waktu tertentu saja yaitu pada hari besar agama
atau ada kegiatan desa dalam menyambut tamu dari pemerintah. Pada perayaan
tradisi ini biasa lebih banyak dilakukan langsung oleh perempuan yang dibarengi
dengan tarian-tarian.
Gambar: Diskusi antara baris kolot
pada saat akan melaksanakan
mapag pare bekah.
Masyarakat kampung Citorek merupakan sekelompok masyarakat
yang menjunjung tinggi nilai-nilai
tradisi budaya leluhur mereka. Setiap terjadi kegiatan yang berlangsung di
masyarakat selalu melihatnya kepada
kerangka pengetahuan yang bersumber dari tradisi nenek moyang yakini,
nilai kehidupan, dan norma adat yang
menjadi tradisi dan budayanya. Maka dari itu setiap pandangan hidup leluhur
mereka harus dijaga dan dilestarikan secara
turun temurun, begitu pula dalam tradisi masyarakat kampung Citorek.
Istilah melestarikan mencakup antara lain pengertian memelihara, menjaga dan mempertahankan,
serta membina dan mengembangkan. Dengan demikian pelestarian berarti proses
serta upaya-upaya aktif dan sadar bertujuan dari sekelompok masyarakat untuk
memelihara, menjaga dan mempertahankan, serta membina dan mengembangkan tradisi
tersebut, dalam hal ini pelestarian tradisi yang ada di wewengkon adat Citorek.
Oleh karena itu, dalam usaha pelestarian tradisi di wewengkon adat
Citorek maka masyarakat lokal di kampung Citorek melibatkan diri mereka sendiri
sebagai pelaku penting dalam pelestarian tradisi tersebut khususnya tradisi
mapag pare beukah dan nganyam. Dalam hal pelestarikan tradisi mapag pare beukah
dan nganyam tersebut yang selalu dilaksanakan pada saat kegiatan penanaman padi
dan pada saat panen tiba.
Gambar: perempuan dalam tradisi
mapag pare bekah
Adapun beberapa faktor yang mendukung upaya pelestarian tersebut
diantaranya :
1.
Pemerintah
Salah satu
faktor pendukung yang sangat mempengaruhi pelestarian tradisi di wewengkon adat
Citorek adalah peran dari pemerintah pusat maupun daerah. pemerintah melibatkan
dan menggandeng masyarakat setempat dalam upaya pelestarian tradisi di
wewengkon adat Citorek. Pemerintah memberikan kesempatan yang sama kepada
masyarakat dan para kasepuhan adat setempat untuk berpartisipasi dalam
pengelolaan dan pengembangan wisata di daerah Citorek
“Kudu bisa kerjasama jeung kudu aya pangarti ti pamarentah, supaya
tradisi di urang iyeu terutama keur pengembangan jeung tina sarana, tuh contona
doang masyarakat baduy. Pan ayeuna baduy jadi kasohor ku tradisi jeung budayana
kusabab aya campur tangan pamarentah. Mantakna pamarentah oge kudu bisa ngajaga
jeung ngadukung tradisi anu aya di Citorek iyeu.”
(Harus
bisa kerjasama dan saling pengertian dari pemerintah, agar tradisi kita ini
terutama untuk pengembangan dan sarana, contohnya seperti masyarakat baduy.
Sekarang Baduy sudah terkenal karena tradisi dan budayanya, sebab ada campur tangan
dari pemerintah. Oleh karena itu pemerintah juga harus bisa menjaga dan
mendukung tradisi yang ada di Citorek ini”(Wawancara,
Wira, di Citorek, 04/04/2015).
2.
Masyarakat
Manusia
memiliki hubungan erat dengan tradisi, begitu juga untuk melestarikan tradisi
di Citorek maka manusia sangat berperan penting. Sebab, manusia yang
menciptakan tradisi tersebut, dan manusia juga yang harus menjaga,
mempertahankan dan melestarikan tradisi
tersebut.
“partisipasi masyarakat urang keur ngajaga dan ngalestarikeun tradisi
adat Citorek kudu menunjang. Kumaha batur arek resep ka tradisi urang, lamun
urang geus teu peduli ka tradisi urang sorangan. Makana masyarakat urang anu
jadi patokan kaharuepna tina ngalestarikeun iyeu tradisi Citorek”
(Partisipasi
masyarakat kita dalam menjaga dan melestarikan tradisi adat Citorek sangat
menunjang. Bagaimana orang akan suka pada tradisi kita, jika kita sendiri tidak
peduli pada tradisi sendiri. Oleh karena itu masyarakat kita yang menjadi
patokan kedepannya dalam melestarikan tradisi Citorek” (Wawancara, Wira, di Citorek, 04/04/2015).
Peran perempuan yang terjun langsung ke dalam sebuah masyarakat
untuk bersosialisasi dan menjalankan peranannya karena masyarakat adat
kasepuhan Citorek ini secara sosial mempunyai hubungan kekeluargaan jiwa
kegotong royongan yang masih kuat sehingga memiliki rasa terhadap segala yang
ada di daerahnya termasuk tradisinya. Menyadari perannya yang besar tersebut,
maka perempuan juga ikut berperan dalam setiap kegiatan masyarakat dan kegiatan
pelaksanaan tradisi yang ada di Citorek diantaranya tradisi mapag pare beukah dan nganyam.
Keikutsertaan kaum perempuan dalam tradisi mapag pare, khususnya ibu-ibu
di kampung Citorek sibuk untuk membuat tumpeng untuk suguhan yang dimakan oleh
semua warga, pada malam hari sebgai rasa syukur atas datangnya panen. Sehingga
dengan mengikuti setiap pelaksanaan tradisi oleh kaum perempuan, maka bisa
dikatakan menjaga dan ikut meneladani tradisi yang ada di Citorek yaitu
syukuran atau menyambut datangnya Dewi Sri (padi). Tidak hanya ibu-ibu
saja yang ikut serta dalam pelaksanaan tradisi tersebut, karena mereka sadar
akan posisi anak dan cucunya yang kelak akan mengikuti tradisi yang mereka
wariskan. Maka upaya yang dilakukan sebagai bagian dari pelestarian kepada
generasinya yaitu dengan mengajak langsung anak-anaknya atau mengajak kaum muda
perempuan untuk ikut serta mengenalkan dan mengikuti tradisi tersebut. Melalui
pemberian contoh tersebut maka secara langsung anak atau generasi berikutnya
akan meniru dan mampu meneruskan tradisi Citorek. Selain itu juga upaya dilakukan untuk melestarikan tradisi di Citorek yaitu :
1.
Mengikuti upacara-upacara tradisi
2.
Mendirikan kelompok, sanggar yang memperhatikann dan menjaga keberadaan tradisi di Citorek
3.
Menjaga tradisi di Citorek
Sedangkan dalam
tradisi nganyam yaitu sebuah pemanfaatan bambu untuk
kehidupan sehari-hari masyarakat Citorek yang dibuat seperti Bakul, Boboko, Sair (saringan)
dan alat kebutuhan lainnya. Nganyman bagian dari
seni yang mempengaruhi kehidupan dan kebudayaan masyarakat Citorek. Nganyman adalah menjaringkan atau menyilangkan bahan-bahan dari tumbuhan
(biasanya dari daun kelapa, rotan dan irisan kecil bambu).
Gambar:
Perempuan sedang menganyam
Boboko di desa Citorek
Tradisi nganyaman ini diperlukan tangan-tangan kreatif untuk bisa menyusun
bambu kecil agar bisa dibuat sesuai bentuk yang diharapkan, seperti halnya
tangan-tangan kreatif para perempuan. Manfaat bambu dapat memberikan peran
penting bagi kaum perempuan di dalam rumah tangga. Sehingga perempuan bukan
sebatas pelengkap keluarga tetapi mereka juga berperan aktif dalam meneruskan
tradisi nganyam di Citorek. Dalam pelaksanaan tradisi nganyam ini biasanya para kaum perempuan yang sudah menikah akan
mengajarkan tradisi tersebut kepada anak-anaknya. proses mengajarkan tersebut
adalah bagian dari upaya melestarikan tradisi agar tradisi tersebut bisa tetap
dilaksanakan secara turun temurun.
Upaya pelestarian tradisi tersebut dilakukan secara nyata melalui pembuatan
alat. Misalnya dalam tradisi mapag pare maka
secara bergotong royong para perempuan akan membuat anyaman dari daun kelapa
(janur) dan irisan bambu sebagai bahan pembuat boboko, bakul dan
lainnya. Sehingga melalui dua tradisi tersebut maka kaum perempuan memberikan
contoh kepada generasi penerusnya untuk bisa mencontoh dan menjaga
keberlangsungan tradisi tersebut di Citorek.
Gambar: Pembuatan
dodol sebagai
bagaian dari pelaksanaan tradisi
mapag pare baeukah
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa, upaya pelestarian tradisi mapag pare dan nganyam oleh
kaum perempuan Kasepuhan Citorek dilakukan secara langsung melalui contoh dan
pelaksanaan. Sehingga melalui upaya pelestarian tersebut diharapkan peran dan
kedudukan perempuan dalam sebuah tradisi masyarakat Citorek tersebut akan
menjadi bagian dari peran dan tanggungjawabnya sebagai bagian dari masyarakat
adat Citorek.
Sebagai suatu tradisi, maka tradisi
mapag pare beukah dan nganyam ini juga memiliki keunikan yang
dibawanya yaitu :
1.
Tradisi ini diadakan sudah turun temurun hingga sekarang
2.
Dalam pelaksanaannya tradisi mapag
pare beukah dan nganyam ini
dihadiri hampir seluruh warga Citorek dan juga oleh kasepuhan Citorek
3.
Keunikan tradisi mapag pare
beukah dan nganyam ini memiliki
nilai-nilai yang lekat dengan kehidupan masyarakat Citorek, diantara
nilai-nilai yang didapat dari tradisi mapag
pare beukah dan nganyam yaitu :
a.
Nilai Religius
Mapag pare beukah dan nganyam adalah bagian dari kebudayaan dan
kehidupan dari masyarakat Citorek, sehingga
dalam pelaksanannya saling berkaitan dengan unsur religu yaitu ketika akan
memulai selalu di iringi doa yang bertujuan sebagai ungkapan syukur kepada
Allah SWT.
Gambar: Tradisi
Mapag Pare Beukah
b.
Nilai Etika
Pada tradisi mapag pare
beukah dan nganyam dilaksanakan
sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku pada masyarakat Citorek dan di
pertahankan dengan cara melakukan tradisi itu secara gotong-royong untuk
mempertahankannya
c.
Nilai Sosial
Dalam tradisi mapag pare
beukah dan nganyam nilai sosial
melekat dengan cara kehidupan masyrakat Citorek itu sendiri
d.
Nilai Pendidikan
Tradisi mapag pare beukah
dan nganyam sebagai salah satu
tradisi yang harus di lestarikan melalui pengetahuan dan memberikan contoh
kepada generasi muda masyarakat Citorek. Sehingga melalui pengetahuan tersebut
akan menjadikan tradisi mapag pare beukah
dan nganyam sebagai suatu hasil dari
kehidupan masyarakat Citorek baik melalui pelaksanaannya, manfaat, sehingga
kelestarian tradisi tersebut bisa tetap terjaga dan menjadi ciri khas
masyarakat desa Citorek
e.
Nilai Kesenian
Nilai seni yang didapat dari tradisi mapag pare beukah dan nganyam
karena tradisi tersebut merupakan sarana
yang digunakan oleh masyarakat citorek untuk mengekspresikan rasa
keindahan dari dalam jiwa manusia yaitu melalui perayaan mapag pare beukah yang
diiringi tabuhan alat musik tradisional, dan juga tradisi nganyam yang diperlukan tangan-tangan kreatif untuk bisa menyusun bambu kecil agar bisa
dibuat sesuai bentuk yang diinginkan.
Namun dibalik itu semua memang
tradisi harus tetap dipertahankan karena seiring dengan perkembangan budaya
yang semakin pesat di zaman sekarang ini akan memungkinkan tradisi mapag pare beukah dan nganyam bisa menyusut.
Gambar: Kesenian
tradisional dalam mapag pare
di desa Citorek
Seperti halnya di zaman
sekarang ini, pelaksanaan tradisi mapag
pare beukah dan nganyam lebih
cenderung maju dan modern, karena dalam pelaksanannya ada juga yang mengkolaborasikan
dengan alat-alat modern misalnya alat musik modern, pakaian, begitu juga dalam
pelaksanan tradisi mapag pare beukah
dan nganyam ini digunakan juga pada
saat hari-hari besar agama maupun hari besar nasional.
KESIMPULAN
Eksistensi perempuan dalam pelestarian budaya di Citorek memang
tidak bisa dianggap hal yang aneh ataupun sesuatu yang baru. Karena
keberadaannya dalam proses tradisi di desa Citorek sangat berpengaruh. Untuk itu
peran dan kedudukan perempuan dalam tradisi wewengkon tradisi desa Citorek akan
tetap ada dalam setiap pelaksanaannya. Melalui peranannya sebagai perempuan
dalam melestarikan adat lokalnya baik dari sejarah maupun dalam proses
perkembangannya mereka tetap ada.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Dudung.1999. Metode
Penelitian Sejarah. Jakarta : Logos.
Wacana Ilmu.
Esten, Mursal. 1999.Teori Budaya. Jogyakarta : Pustaka Pelajar.
Gazalba, Sidi. 1968. Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu.
Jakarta: Pustaka Antara
Keraf, A. S. 2002. Etika Lingkungan. Kompas. Jakarta.
Kusnaka, Adimihardja. 1992. Kasepuhan
Yang Tumbuh di Atas Luruh. Bandung : Tarsito.
Muhamad, Idrus. 1999.Gerak Penduduk, Pembangunan. Jogyakarta : Pustaka Pelajar.
Santosa, 2000. Perempuan
Dalam Pendidikan. Jakarta: Gramedia.
Santosa, Budi. 2000. Citra
Perempuan Dan Kekuasaan (Jawa), Yogyakarta : Kanisius,
Saidi. 1968. Teori Budaya.
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber
Arsip
Desa Citorek, 2015, data adat yang terkumpul, repository.usu.ac.id/ (diakses pada tanggal
01/08/2015)
AAN, dilahirkan di Lebak, 2
September 1991 anak kandung dari pasangan Bapak Entang dan Ibu Uti. Anak kedua
dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan Pendidikan Dasar di SDN Ciparay 1
lulus pada tahun 2005, melanjutkan ke SMP Negeri 3 Cibeber lulus pada tahun
2008, kemudian melanjutkan ke SMAN 2 Rangkasbitung lulus pada tahun 2010. Pada
tahun yang sama dengan disertai do'a dan motivasi orang tua, akhirnya penulis tahun
2011 melanjutkan ke pendidikan tinggi di STKIP Setia Budhi Rangaksbitung dengan
jurusan pendidikan sejarah lulus tahun 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar