Jumat, 06 November 2015

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM PELESTARAIN TRADISI DI WEWENGKON CITOREK

                                          (Studi Perempuan Pada Wewengkon Adat Citorek)

Oleh: AAN

PENDAHULUAN
Keragaman budaya dan tradisi merupakan khazanah yang tidak ternilai sehingga telah mengantarkan bangsa ini kepada kekayaan nilai-nilai budaya. Suku Sunda (khususnya di Banten, Lebak Selatan) memiliki tradisi yang turun-temurun dan masih tetap dipertahankan hingga sekarang dalam lingkup wewengkon adat Citorek. Wewengkon merupkan suatu komunitas masyarakat yang mendiami suatu tempat yang terikat dalam suatu aturan yang dinamakan dengan masyarakat Adat kesepuhan.
Sebagai tradisi turun temurun, tradisi tersebut juga merupakan salah satu cara dalam meningkatkan solidaritas antara sesasma masyarakat untuk menjaga kelestarian tradisi tersebut dari modernisasi. Pelestarian tradisi menjadi sebuah keharusan bagi semua lapisan masyarakat Citorek, termasuk oleh kaum perempuan. Meskipun kaum perempuan mempunyai perbedaan dalam fungsi sosial dan serta perananya yang tidak terlalu menonjol. Karena dalam lingkungan keluarga, pria menjadi kepala keluarga mempunyai kekuasaan sebagai pemberi keputusan. Namun pelaksanaan dan pelestarian tradisi di adat wewengkon Citorek merupakan sebuah tradisi yang tak bisa dilepaskan dari peran kaum perempuan dalam pelaksanaannya.  Karena tradisi pada adat Wewengkon Citorek mencakup berbagai kebiasaan pribadi atau kebiasaan budaya masyarakat Citorek, termasuk juga terhadap perempuan. Kebiasaan tersebut tercermin dalam pelaksanaan tradisi mapag pare beukah, dimana peran perempuan ikut serta dalam pelaksanaannya dan bahkan melalui tradisi tersebut juga perempuan ikut serta melestarikan tradisi adat yang sudah ada.
Selain sebagai tradisi turun temurun, tradisi juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan solidaritas dan integrasi masyarakat, karena tidak bisa dipungkiri bahwa suatu saat tradisi tersebut terkikis bahkan hilang di zaman modern sekarang ini.

PEREMPUAN PADA WEWENGKON ADAT CITOREK
            Desa Citorek terletak di Kabupaten Lebak, Kec. Cibeber, dan mempunyai 5 wilayah adat/kasepuhan yaitu: 1) Citorek Timur yang dipimpin oleh Olot Didi, 2) Citorek Barat dipimpin oleg Olot Umar, 3) Citorek Tengah dipimpin oleh Olot Undikar, 4) Citorek Selatan dipimpin oleh Olot Kusdi, 5) Citorek Sabrang dipimpin oleh Olot sana.
Adat Kesepuhan merupakan satu kesatuan sosial, histori, ekonomi dan budaya. Sedangkan wilayah Adat Kasepuhan Citorek dinamakan Wewengkon Citorek mempunyai batas-batas wilayah yang jelas berdasarkan titipan dari leluhurnya. Adapun isi wewengkon di dalamnya mencakup hutan adat, hutan garapan atau hutan sampalan, pemukiman, pemakaman dan sawah tangtu (yang bersifat komunal) serta tanah-tanah garapan kepemilikan individu yang telah diatur status kepemilikannya menurut hukum pemerintah. Adapun kriteria masyarakat adat diantaranya :
1.        Adanya pemimpin, kelembagaan Adat Kasepuhan Citorek dipimpin oleh seorang sesepuh yang nama lokal di Kasepuhan Citorek dinamakan atau disebut Oyok dan dibantu oleh para perangkat Adat seperti Jaro Adat, Panghulu, Paraji, Bengkong dan Baris Kolot yang mempunyai fungsi dan tugas masing-masing.
2.        Adanya Ruang, wilayah Adat Kasepuhan Citorek dinamakan Wewengkon Citorek mempunyai batas-batas wilayah yang jelas berdasarkan titipan dari leluhurnya. Adapun isi wewengkon di dalamnya mencakup hutan adat, hutan garapan atau hutan sampalan, pemukiman, pemakaman dan sawah tangtu (yang bersifat komunal) serta tanah-tanah garapan kepemilikan individu yang telah diatur status kepemilikannya menurut hukum pemerintah.
3.        Adanya Komunitas, komunitas adalah Warga adat yang dalam bahasa kasepuhan disebut incu putu yang memegang teguh tatali paranti karuhun secara turun temurun.
4.        Adanya Pranata Hukum Adat, aturan-aturan adat dan sangsi adat yang masih ditaati yang dilaksanakan oleh semua komunitas warga adat kasepuhan.
Eksistensi perempuan dalam pelestarian budaya di Citorek memang tidak bisa dianggap hal yang aneh ataupun sesuatu yang baru. Karena keberadaan perempuan dalam suatu tradisi sudah saling berkaitan, hal ini bisa dilihat setelah melahirkan ada upacara-upacara kegiatan keagamaan dan tradisi orang tua untuk perempuan dan bayinya, bayi yang baru lahir itu mulai berinteraksi dengan orang-orang yang berada di sekelilingnya. Secara disadari atau tidak, bayi tersebut sudah menjalani proses enkulturasi (proses pembelajaran budaya tradisi seseorang). Melalui proses ini seorang bayi belajar tentang peranan gender untuk masing-masing jenis kelamin, yaitu apa yang pantas dilakukan oleh laki-laki dan apa yang pantas dilakukan oleh perempuan sesuai dengan budaya di mana ia tumbuh dan berkembang.
Nilai-nilai yang terdapat pada perempuan (kesederhanaan, lemah lembut, dan peka) menjadikan perempuan menjadi guru bagi anak-anak dan di anggap mampu dalam memberikan nasehat dan arahan agar regenerasi sebagai pemegang teguh tradisi tetap terjaga dan teruss lestari, selain itu perempuan memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat yang bermoral.  Adapun peranan perempuan secara kodrati adalah penerus keturunan umat manusia.
Tradisi di desa Citorek yang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan solidaritas dan integrasi masyarakat memang tidak dapat lepas bagi kehidupan masyarakat Citorek itu sendiri. Keberadaan tradisi dan pelestarian tradisi di Wewengkon Adat Citorek merupakan suatu wujud kebersamaan dan keharmonisan antar manusia dengan manusian dan manusia dengan lingkungannya. Khusus bagi keberadaan perempuan dalam pelestarian tradisi tersebut bisa dilihat dari peranannya dalam pelaksanaan tradisi, keikutsertaan perempuan, keberadaannya dan juga peranannya.
Peranan perempuan dalam tradisi masyarakat Citorek tidak bisa dihilangkan begitu saja, meskipun peran perempuan tidak langsung nyata ada dalam struktur kelembagaan adat tapi keberadaan perempuan dalam proses tradisi di desa Citorek sangat berpengaruh. Misalnya pada tradisi  anyaman bambu di desa citorek, penggunaan anyaman bambu bagi masyarakat Citorek ini masih dipertahankan hingga sekarang, terutama pada tradisi mapag pare sering digunakan untuk membungkus dodol atau jenis makanan lainnya. Tradisi anyaman bambu ini sudah menjadi keharusan bagi kaum perempuan agar bisa mengikuti tradisi yang diturunkan oleh orang tuanya. Oleh karena itu tradisi anyaman bambu, selain merupakan tradisi masyarakat Citorek juga mempunyai fungsi dan kegunaan diantaranya untuk keperluan pada pelaksanaan tradisi,
Maka dari itu peran dan kedudukan perempuan dalam tradisi wewengkon tradisi desa Citorek akan tetap ada dalam setiap pelaksanaannya, begitu juga dengan dengan eksistensi perempuan dalam pelestarian tradisi wewengkon tradisi desa Citorek tetapi menyumbangkan melalui peranannya sebagai perempuan baik dari sejarahnya maupun dalam proses perkembangannya perempuan tetap ada, diantaranya :
1.    Keikutsertaan perempuan dalam setiap kegiatan tradisi yang dilaksanakan masyrakat Citorek, dalam pelaksanaannya eksistensi perempuan (baik ibu rumah tangga  maupun para perempuan remaja) yang ikut dalam perayaan tradisi mapag pare beukah dan nganyam. Pada pelaksanaan tradisi mapag pare beukah biasanya para perempuan terjun langsung pada setiap pelaksanaannya yaitu mempersiapkan segala kebutuhan yang diperlukannya misalnya : membuat makanan yang akan di arak ke sawah, membuat bakul, membuat hihid (kipas). Tidak hanya itu saja pada saat perayaan mapag pare beukah pun para perempuan ikut menyambit padi. Sehingga dengan keikutsertaan para perempuan tersebut maka keberadaan perempuan tidak hanya sebagai pelengkap sebuah tradisi saja melainkan juga berperan langsung dalam setiap kegiatannnya. Dengan ikut berperan langsung maka eksistensi perempuan dalam pelestarian tradisi wewengkon tradisi desa Citorek terlihat nyata melalui posisi dan peranannya.
2.    Selain peranan tersebut, eksistensi perempuan dalam pelestarian tradisi wewengkon tradisi desa Citorek juga dilakukan oleh para perempuan lainnya yaitu melalui ilmu pengetahuan dan kajian tradisi-tradisi dalam bentuk karya ilmiah, skripsi, website internet dan karya lainnya. Sehingga melalui karya tersebut keberadaan tradisi di tradisi wewengkon adat Citorek akan selalu terjaga keberadaannya seiring dengan kedudukan perempuan pada masyarakat wewengkon adat Citorek.
3.    Pelestarian melalui perayaan tradisi yang dilakukan pada saat hari besar agama atau saat penyambutan tamu istimewa. Pelestarian semacam ini biasanya dilakukan hanya pada waktu tertentu saja yaitu pada hari besar agama atau ada kegiatan desa dalam menyambut tamu dari pemerintah. Pada perayaan tradisi ini biasa lebih banyak dilakukan langsung oleh perempuan yang dibarengi dengan tarian-tarian.


    Gambar: Diskusi antara baris kolot
               pada saat akan melaksanakan
               mapag pare bekah.

Masyarakat kampung Citorek merupakan sekelompok masyarakat yang  menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi budaya leluhur mereka. Setiap terjadi kegiatan yang berlangsung di masyarakat selalu melihatnya kepada  kerangka pengetahuan yang bersumber dari tradisi nenek moyang yakini, nilai  kehidupan, dan norma adat yang menjadi tradisi dan budayanya. Maka dari itu setiap pandangan hidup leluhur mereka harus dijaga dan dilestarikan secara  turun temurun, begitu pula dalam tradisi masyarakat kampung Citorek. Istilah melestarikan mencakup antara lain pengertian memelihara, menjaga dan mempertahankan, serta membina dan mengembangkan. Dengan demikian pelestarian berarti proses serta upaya-upaya aktif dan sadar bertujuan dari sekelompok masyarakat untuk memelihara, menjaga dan mempertahankan, serta membina dan mengembangkan tradisi tersebut, dalam hal ini pelestarian tradisi yang ada di wewengkon adat Citorek.
Description: D:\FOTO SKRIPSI\20150604_202220.jpgOleh karena itu, dalam usaha pelestarian tradisi di wewengkon adat Citorek maka masyarakat lokal di kampung Citorek melibatkan diri mereka sendiri sebagai pelaku penting dalam pelestarian tradisi tersebut khususnya tradisi mapag pare beukah dan nganyam. Dalam hal pelestarikan tradisi mapag pare beukah dan nganyam tersebut yang selalu dilaksanakan pada saat kegiatan penanaman padi dan pada saat panen tiba.
Gambar: perempuan dalam tradisi
               mapag pare bekah

Adapun beberapa faktor yang mendukung upaya pelestarian tersebut diantaranya :
1.    Pemerintah
Salah satu faktor pendukung yang sangat mempengaruhi pelestarian tradisi di wewengkon adat Citorek adalah peran dari pemerintah pusat maupun daerah. pemerintah melibatkan dan menggandeng masyarakat setempat dalam upaya pelestarian tradisi di wewengkon adat Citorek. Pemerintah memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat dan para kasepuhan adat setempat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan dan pengembangan wisata di daerah Citorek
“Kudu bisa kerjasama jeung kudu aya pangarti ti pamarentah, supaya tradisi di urang iyeu terutama keur pengembangan jeung tina sarana, tuh contona doang masyarakat baduy. Pan ayeuna baduy jadi kasohor ku tradisi jeung budayana kusabab aya campur tangan pamarentah. Mantakna pamarentah oge kudu bisa ngajaga jeung ngadukung tradisi anu aya di Citorek iyeu.”

(Harus bisa kerjasama dan saling pengertian dari pemerintah, agar tradisi kita ini terutama untuk pengembangan dan sarana, contohnya seperti masyarakat baduy. Sekarang Baduy sudah terkenal karena tradisi dan budayanya, sebab ada campur tangan dari pemerintah. Oleh karena itu pemerintah juga harus bisa menjaga dan mendukung tradisi yang ada di Citorek ini”(Wawancara, Wira, di Citorek, 04/04/2015).
2.    Masyarakat
Manusia memiliki hubungan erat dengan tradisi, begitu juga untuk melestarikan tradisi di Citorek maka manusia sangat berperan penting. Sebab, manusia yang menciptakan tradisi tersebut, dan manusia juga yang harus menjaga, mempertahankan dan melestarikan tradisi  tersebut.
“partisipasi masyarakat urang keur ngajaga dan ngalestarikeun tradisi adat Citorek kudu menunjang. Kumaha batur arek resep ka tradisi urang, lamun urang geus teu peduli ka tradisi urang sorangan. Makana masyarakat urang anu jadi patokan kaharuepna tina ngalestarikeun iyeu tradisi Citorek”

(Partisipasi masyarakat kita dalam menjaga dan melestarikan tradisi adat Citorek sangat menunjang. Bagaimana orang akan suka pada tradisi kita, jika kita sendiri tidak peduli pada tradisi sendiri. Oleh karena itu masyarakat kita yang menjadi patokan kedepannya dalam melestarikan tradisi Citorek” (Wawancara, Wira, di Citorek, 04/04/2015).
Peran perempuan yang terjun langsung ke dalam sebuah masyarakat untuk bersosialisasi dan menjalankan peranannya karena masyarakat adat kasepuhan Citorek ini secara sosial mempunyai hubungan kekeluargaan jiwa kegotong royongan yang masih kuat sehingga memiliki rasa terhadap segala yang ada di daerahnya termasuk tradisinya. Menyadari perannya yang besar tersebut, maka perempuan juga ikut berperan dalam setiap kegiatan masyarakat dan kegiatan pelaksanaan tradisi yang ada di Citorek diantaranya tradisi mapag pare beukah dan nganyam.
Keikutsertaan kaum perempuan dalam tradisi mapag pare, khususnya ibu-ibu di kampung Citorek sibuk untuk membuat tumpeng untuk suguhan yang dimakan oleh semua warga, pada malam hari sebgai rasa syukur atas datangnya panen. Sehingga dengan mengikuti setiap pelaksanaan tradisi oleh kaum perempuan, maka bisa dikatakan menjaga dan ikut meneladani tradisi yang ada di Citorek yaitu syukuran atau menyambut datangnya Dewi Sri (padi). Tidak hanya ibu-ibu saja yang ikut serta dalam pelaksanaan tradisi tersebut, karena mereka sadar akan posisi anak dan cucunya yang kelak akan mengikuti tradisi yang mereka wariskan. Maka upaya yang dilakukan sebagai bagian dari pelestarian kepada generasinya yaitu dengan mengajak langsung anak-anaknya atau mengajak kaum muda perempuan untuk ikut serta mengenalkan dan mengikuti tradisi tersebut. Melalui pemberian contoh tersebut maka secara langsung anak atau generasi berikutnya akan meniru dan mampu meneruskan tradisi Citorek. Selain itu juga upaya dilakukan untuk melestarikan tradisi di Citorek yaitu :
1.        Mengikuti upacara-upacara tradisi
2.        Mendirikan kelompok, sanggar yang memperhatikann dan menjaga keberadaan tradisi di Citorek
3.        Menjaga tradisi di Citorek
Description: D:\FOTO SKRIPSI\100_5255.JPGSedangkan dalam tradisi nganyam yaitu sebuah pemanfaatan bambu untuk kehidupan sehari-hari masyarakat Citorek yang dibuat seperti Bakul, Boboko, Sair (saringan) dan alat kebutuhan lainnya. Nganyman bagian dari seni yang mempengaruhi kehidupan dan kebudayaan masyarakat Citorek. Nganyman adalah menjaringkan atau menyilangkan bahan-bahan dari tumbuhan (biasanya dari daun kelapa, rotan dan irisan kecil bambu).

     Gambar: Perempuan sedang menganyam
      Boboko di desa Citorek

Tradisi nganyaman ini diperlukan tangan-tangan kreatif untuk bisa menyusun bambu kecil agar bisa dibuat sesuai bentuk yang diharapkan, seperti halnya tangan-tangan kreatif para perempuan. Manfaat bambu dapat memberikan peran penting bagi kaum perempuan di dalam rumah tangga. Sehingga perempuan bukan sebatas pelengkap keluarga tetapi mereka juga berperan aktif dalam meneruskan tradisi nganyam di Citorek. Dalam pelaksanaan tradisi nganyam ini biasanya para kaum perempuan yang sudah menikah akan mengajarkan tradisi tersebut kepada anak-anaknya. proses mengajarkan tersebut adalah bagian dari upaya melestarikan tradisi agar tradisi tersebut bisa tetap dilaksanakan secara turun temurun.
Description: D:\FOTO SKRIPSI\20150604_202034.jpgUpaya pelestarian tradisi tersebut dilakukan secara nyata melalui pembuatan alat. Misalnya dalam tradisi mapag pare maka secara bergotong royong para perempuan akan membuat anyaman dari daun kelapa (janur) dan irisan bambu sebagai bahan pembuat boboko, bakul dan lainnya. Sehingga melalui dua tradisi tersebut maka kaum perempuan memberikan contoh kepada generasi penerusnya untuk bisa mencontoh dan menjaga keberlangsungan tradisi tersebut di Citorek.
Gambar: Pembuatan dodol sebagai
              bagaian dari pelaksanaan tradisi
              mapag pare baeukah

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa, upaya pelestarian tradisi mapag pare dan nganyam oleh kaum perempuan Kasepuhan Citorek dilakukan secara langsung melalui contoh dan pelaksanaan. Sehingga melalui upaya pelestarian tersebut diharapkan peran dan kedudukan perempuan dalam sebuah tradisi masyarakat Citorek tersebut akan menjadi bagian dari peran dan tanggungjawabnya sebagai bagian dari masyarakat adat Citorek.
Sebagai suatu tradisi, maka tradisi mapag pare beukah dan nganyam ini juga memiliki keunikan yang dibawanya yaitu :
1.    Tradisi ini diadakan sudah turun temurun hingga sekarang
2.    Dalam pelaksanaannya tradisi mapag pare beukah dan nganyam ini dihadiri hampir seluruh warga Citorek dan juga oleh kasepuhan Citorek
3.    Keunikan tradisi mapag pare beukah dan nganyam ini memiliki nilai-nilai yang lekat dengan kehidupan masyarakat Citorek, diantara nilai-nilai yang didapat dari tradisi mapag pare beukah dan nganyam yaitu  :
a.    Nilai Religius
Description: D:\FOTO SKRIPSI\C360_2014-10-02-07-09-07-210.jpg            Mapag pare beukah dan nganyam adalah bagian dari kebudayaan dan kehidupan dari masyarakat Citorek, sehingga dalam pelaksanannya saling berkaitan dengan unsur religu yaitu ketika akan memulai selalu di iringi doa yang bertujuan sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT.

    Gambar: Tradisi Mapag Pare Beukah
                                                      
b.    Nilai Etika
Pada tradisi mapag pare beukah dan nganyam dilaksanakan sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku pada masyarakat Citorek dan di pertahankan dengan cara melakukan tradisi itu secara gotong-royong untuk mempertahankannya
c.    Nilai Sosial
Dalam tradisi mapag pare beukah dan nganyam nilai sosial melekat dengan cara kehidupan masyrakat Citorek itu sendiri 
d.    Nilai Pendidikan
Tradisi mapag pare beukah dan nganyam sebagai salah satu tradisi yang harus di lestarikan melalui pengetahuan dan memberikan contoh kepada generasi muda masyarakat Citorek. Sehingga melalui pengetahuan tersebut akan menjadikan tradisi mapag pare beukah dan nganyam sebagai suatu hasil dari kehidupan masyarakat Citorek baik melalui pelaksanaannya, manfaat, sehingga kelestarian tradisi tersebut bisa tetap terjaga dan menjadi ciri khas masyarakat desa Citorek
e.    Nilai Kesenian
Nilai seni yang didapat dari tradisi mapag pare beukah dan nganyam karena tradisi tersebut merupakan sarana  yang digunakan oleh masyarakat citorek untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia yaitu melalui perayaan mapag pare beukah yang diiringi tabuhan alat musik tradisional, dan juga tradisi nganyam yang diperlukan tangan-tangan kreatif untuk bisa menyusun bambu kecil agar bisa dibuat sesuai bentuk yang diinginkan.
Description: D:\FOTO SKRIPSI\C360_2014-10-01-20-10-00-075.jpg            Namun dibalik itu semua memang tradisi harus tetap dipertahankan karena seiring dengan perkembangan budaya yang semakin pesat di zaman sekarang ini akan memungkinkan tradisi mapag pare beukah dan nganyam bisa menyusut.
       
       Gambar: Kesenian tradisional dalam mapag pare
                   di desa Citorek
        
          Seperti halnya di zaman sekarang ini, pelaksanaan tradisi mapag pare beukah dan nganyam lebih cenderung maju dan modern, karena dalam pelaksanannya ada juga yang mengkolaborasikan dengan alat-alat modern misalnya alat musik modern, pakaian, begitu juga dalam pelaksanan tradisi mapag pare beukah dan nganyam ini digunakan juga pada saat hari-hari besar agama maupun hari besar nasional.

KESIMPULAN
Eksistensi perempuan dalam pelestarian budaya di Citorek memang tidak bisa dianggap hal yang aneh ataupun sesuatu yang baru. Karena keberadaannya dalam proses tradisi di desa Citorek sangat berpengaruh. Untuk itu peran dan kedudukan perempuan dalam tradisi wewengkon tradisi desa Citorek akan tetap ada dalam setiap pelaksanaannya. Melalui peranannya sebagai perempuan dalam melestarikan adat lokalnya baik dari sejarah maupun dalam proses perkembangannya mereka tetap ada.



DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Dudung.1999. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta : Logos.  Wacana Ilmu.
Esten, Mursal. 1999.Teori Budaya. Jogyakarta : Pustaka Pelajar.
Gazalba, Sidi. 1968. Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu. Jakarta: Pustaka Antara
Keraf, A. S. 2002. Etika Lingkungan. Kompas. Jakarta.
Kusnaka, Adimihardja. 1992. Kasepuhan Yang Tumbuh di Atas Luruh. Bandung : Tarsito.
Muhamad, Idrus. 1999.Gerak Penduduk, Pembangunan. Jogyakarta : Pustaka Pelajar.
Santosa, 2000. Perempuan Dalam Pendidikan. Jakarta: Gramedia.
Santosa, Budi. 2000. Citra Perempuan Dan Kekuasaan (Jawa), Yogyakarta : Kanisius,
Saidi. 1968. Teori Budaya. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Sumber
Arsip Desa Citorek, 2015, data adat yang terkumpul, repository.usu.ac.id/ (diakses pada tanggal 01/08/2015)








RIWAYAT HIDUP PENULIS
AAN, dilahirkan di Lebak, 2 September 1991 anak kandung dari pasangan Bapak Entang dan Ibu Uti. Anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan Pendidikan Dasar di SDN Ciparay 1 lulus pada tahun 2005, melanjutkan ke SMP Negeri 3 Cibeber lulus pada tahun 2008, kemudian melanjutkan ke SMAN 2 Rangkasbitung lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama dengan disertai do'a dan motivasi orang tua, akhirnya penulis tahun 2011 melanjutkan ke pendidikan tinggi di STKIP Setia Budhi Rangaksbitung dengan jurusan pendidikan sejarah lulus tahun 2015.