Jumat, 06 November 2015

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM PELESTARAIN TRADISI DI WEWENGKON CITOREK

                                          (Studi Perempuan Pada Wewengkon Adat Citorek)

Oleh: AAN

PENDAHULUAN
Keragaman budaya dan tradisi merupakan khazanah yang tidak ternilai sehingga telah mengantarkan bangsa ini kepada kekayaan nilai-nilai budaya. Suku Sunda (khususnya di Banten, Lebak Selatan) memiliki tradisi yang turun-temurun dan masih tetap dipertahankan hingga sekarang dalam lingkup wewengkon adat Citorek. Wewengkon merupkan suatu komunitas masyarakat yang mendiami suatu tempat yang terikat dalam suatu aturan yang dinamakan dengan masyarakat Adat kesepuhan.
Sebagai tradisi turun temurun, tradisi tersebut juga merupakan salah satu cara dalam meningkatkan solidaritas antara sesasma masyarakat untuk menjaga kelestarian tradisi tersebut dari modernisasi. Pelestarian tradisi menjadi sebuah keharusan bagi semua lapisan masyarakat Citorek, termasuk oleh kaum perempuan. Meskipun kaum perempuan mempunyai perbedaan dalam fungsi sosial dan serta perananya yang tidak terlalu menonjol. Karena dalam lingkungan keluarga, pria menjadi kepala keluarga mempunyai kekuasaan sebagai pemberi keputusan. Namun pelaksanaan dan pelestarian tradisi di adat wewengkon Citorek merupakan sebuah tradisi yang tak bisa dilepaskan dari peran kaum perempuan dalam pelaksanaannya.  Karena tradisi pada adat Wewengkon Citorek mencakup berbagai kebiasaan pribadi atau kebiasaan budaya masyarakat Citorek, termasuk juga terhadap perempuan. Kebiasaan tersebut tercermin dalam pelaksanaan tradisi mapag pare beukah, dimana peran perempuan ikut serta dalam pelaksanaannya dan bahkan melalui tradisi tersebut juga perempuan ikut serta melestarikan tradisi adat yang sudah ada.
Selain sebagai tradisi turun temurun, tradisi juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan solidaritas dan integrasi masyarakat, karena tidak bisa dipungkiri bahwa suatu saat tradisi tersebut terkikis bahkan hilang di zaman modern sekarang ini.

PEREMPUAN PADA WEWENGKON ADAT CITOREK
            Desa Citorek terletak di Kabupaten Lebak, Kec. Cibeber, dan mempunyai 5 wilayah adat/kasepuhan yaitu: 1) Citorek Timur yang dipimpin oleh Olot Didi, 2) Citorek Barat dipimpin oleg Olot Umar, 3) Citorek Tengah dipimpin oleh Olot Undikar, 4) Citorek Selatan dipimpin oleh Olot Kusdi, 5) Citorek Sabrang dipimpin oleh Olot sana.
Adat Kesepuhan merupakan satu kesatuan sosial, histori, ekonomi dan budaya. Sedangkan wilayah Adat Kasepuhan Citorek dinamakan Wewengkon Citorek mempunyai batas-batas wilayah yang jelas berdasarkan titipan dari leluhurnya. Adapun isi wewengkon di dalamnya mencakup hutan adat, hutan garapan atau hutan sampalan, pemukiman, pemakaman dan sawah tangtu (yang bersifat komunal) serta tanah-tanah garapan kepemilikan individu yang telah diatur status kepemilikannya menurut hukum pemerintah. Adapun kriteria masyarakat adat diantaranya :
1.        Adanya pemimpin, kelembagaan Adat Kasepuhan Citorek dipimpin oleh seorang sesepuh yang nama lokal di Kasepuhan Citorek dinamakan atau disebut Oyok dan dibantu oleh para perangkat Adat seperti Jaro Adat, Panghulu, Paraji, Bengkong dan Baris Kolot yang mempunyai fungsi dan tugas masing-masing.
2.        Adanya Ruang, wilayah Adat Kasepuhan Citorek dinamakan Wewengkon Citorek mempunyai batas-batas wilayah yang jelas berdasarkan titipan dari leluhurnya. Adapun isi wewengkon di dalamnya mencakup hutan adat, hutan garapan atau hutan sampalan, pemukiman, pemakaman dan sawah tangtu (yang bersifat komunal) serta tanah-tanah garapan kepemilikan individu yang telah diatur status kepemilikannya menurut hukum pemerintah.
3.        Adanya Komunitas, komunitas adalah Warga adat yang dalam bahasa kasepuhan disebut incu putu yang memegang teguh tatali paranti karuhun secara turun temurun.
4.        Adanya Pranata Hukum Adat, aturan-aturan adat dan sangsi adat yang masih ditaati yang dilaksanakan oleh semua komunitas warga adat kasepuhan.
Eksistensi perempuan dalam pelestarian budaya di Citorek memang tidak bisa dianggap hal yang aneh ataupun sesuatu yang baru. Karena keberadaan perempuan dalam suatu tradisi sudah saling berkaitan, hal ini bisa dilihat setelah melahirkan ada upacara-upacara kegiatan keagamaan dan tradisi orang tua untuk perempuan dan bayinya, bayi yang baru lahir itu mulai berinteraksi dengan orang-orang yang berada di sekelilingnya. Secara disadari atau tidak, bayi tersebut sudah menjalani proses enkulturasi (proses pembelajaran budaya tradisi seseorang). Melalui proses ini seorang bayi belajar tentang peranan gender untuk masing-masing jenis kelamin, yaitu apa yang pantas dilakukan oleh laki-laki dan apa yang pantas dilakukan oleh perempuan sesuai dengan budaya di mana ia tumbuh dan berkembang.
Nilai-nilai yang terdapat pada perempuan (kesederhanaan, lemah lembut, dan peka) menjadikan perempuan menjadi guru bagi anak-anak dan di anggap mampu dalam memberikan nasehat dan arahan agar regenerasi sebagai pemegang teguh tradisi tetap terjaga dan teruss lestari, selain itu perempuan memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat yang bermoral.  Adapun peranan perempuan secara kodrati adalah penerus keturunan umat manusia.
Tradisi di desa Citorek yang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan solidaritas dan integrasi masyarakat memang tidak dapat lepas bagi kehidupan masyarakat Citorek itu sendiri. Keberadaan tradisi dan pelestarian tradisi di Wewengkon Adat Citorek merupakan suatu wujud kebersamaan dan keharmonisan antar manusia dengan manusian dan manusia dengan lingkungannya. Khusus bagi keberadaan perempuan dalam pelestarian tradisi tersebut bisa dilihat dari peranannya dalam pelaksanaan tradisi, keikutsertaan perempuan, keberadaannya dan juga peranannya.
Peranan perempuan dalam tradisi masyarakat Citorek tidak bisa dihilangkan begitu saja, meskipun peran perempuan tidak langsung nyata ada dalam struktur kelembagaan adat tapi keberadaan perempuan dalam proses tradisi di desa Citorek sangat berpengaruh. Misalnya pada tradisi  anyaman bambu di desa citorek, penggunaan anyaman bambu bagi masyarakat Citorek ini masih dipertahankan hingga sekarang, terutama pada tradisi mapag pare sering digunakan untuk membungkus dodol atau jenis makanan lainnya. Tradisi anyaman bambu ini sudah menjadi keharusan bagi kaum perempuan agar bisa mengikuti tradisi yang diturunkan oleh orang tuanya. Oleh karena itu tradisi anyaman bambu, selain merupakan tradisi masyarakat Citorek juga mempunyai fungsi dan kegunaan diantaranya untuk keperluan pada pelaksanaan tradisi,
Maka dari itu peran dan kedudukan perempuan dalam tradisi wewengkon tradisi desa Citorek akan tetap ada dalam setiap pelaksanaannya, begitu juga dengan dengan eksistensi perempuan dalam pelestarian tradisi wewengkon tradisi desa Citorek tetapi menyumbangkan melalui peranannya sebagai perempuan baik dari sejarahnya maupun dalam proses perkembangannya perempuan tetap ada, diantaranya :
1.    Keikutsertaan perempuan dalam setiap kegiatan tradisi yang dilaksanakan masyrakat Citorek, dalam pelaksanaannya eksistensi perempuan (baik ibu rumah tangga  maupun para perempuan remaja) yang ikut dalam perayaan tradisi mapag pare beukah dan nganyam. Pada pelaksanaan tradisi mapag pare beukah biasanya para perempuan terjun langsung pada setiap pelaksanaannya yaitu mempersiapkan segala kebutuhan yang diperlukannya misalnya : membuat makanan yang akan di arak ke sawah, membuat bakul, membuat hihid (kipas). Tidak hanya itu saja pada saat perayaan mapag pare beukah pun para perempuan ikut menyambit padi. Sehingga dengan keikutsertaan para perempuan tersebut maka keberadaan perempuan tidak hanya sebagai pelengkap sebuah tradisi saja melainkan juga berperan langsung dalam setiap kegiatannnya. Dengan ikut berperan langsung maka eksistensi perempuan dalam pelestarian tradisi wewengkon tradisi desa Citorek terlihat nyata melalui posisi dan peranannya.
2.    Selain peranan tersebut, eksistensi perempuan dalam pelestarian tradisi wewengkon tradisi desa Citorek juga dilakukan oleh para perempuan lainnya yaitu melalui ilmu pengetahuan dan kajian tradisi-tradisi dalam bentuk karya ilmiah, skripsi, website internet dan karya lainnya. Sehingga melalui karya tersebut keberadaan tradisi di tradisi wewengkon adat Citorek akan selalu terjaga keberadaannya seiring dengan kedudukan perempuan pada masyarakat wewengkon adat Citorek.
3.    Pelestarian melalui perayaan tradisi yang dilakukan pada saat hari besar agama atau saat penyambutan tamu istimewa. Pelestarian semacam ini biasanya dilakukan hanya pada waktu tertentu saja yaitu pada hari besar agama atau ada kegiatan desa dalam menyambut tamu dari pemerintah. Pada perayaan tradisi ini biasa lebih banyak dilakukan langsung oleh perempuan yang dibarengi dengan tarian-tarian.


    Gambar: Diskusi antara baris kolot
               pada saat akan melaksanakan
               mapag pare bekah.

Masyarakat kampung Citorek merupakan sekelompok masyarakat yang  menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi budaya leluhur mereka. Setiap terjadi kegiatan yang berlangsung di masyarakat selalu melihatnya kepada  kerangka pengetahuan yang bersumber dari tradisi nenek moyang yakini, nilai  kehidupan, dan norma adat yang menjadi tradisi dan budayanya. Maka dari itu setiap pandangan hidup leluhur mereka harus dijaga dan dilestarikan secara  turun temurun, begitu pula dalam tradisi masyarakat kampung Citorek. Istilah melestarikan mencakup antara lain pengertian memelihara, menjaga dan mempertahankan, serta membina dan mengembangkan. Dengan demikian pelestarian berarti proses serta upaya-upaya aktif dan sadar bertujuan dari sekelompok masyarakat untuk memelihara, menjaga dan mempertahankan, serta membina dan mengembangkan tradisi tersebut, dalam hal ini pelestarian tradisi yang ada di wewengkon adat Citorek.
Description: D:\FOTO SKRIPSI\20150604_202220.jpgOleh karena itu, dalam usaha pelestarian tradisi di wewengkon adat Citorek maka masyarakat lokal di kampung Citorek melibatkan diri mereka sendiri sebagai pelaku penting dalam pelestarian tradisi tersebut khususnya tradisi mapag pare beukah dan nganyam. Dalam hal pelestarikan tradisi mapag pare beukah dan nganyam tersebut yang selalu dilaksanakan pada saat kegiatan penanaman padi dan pada saat panen tiba.
Gambar: perempuan dalam tradisi
               mapag pare bekah

Adapun beberapa faktor yang mendukung upaya pelestarian tersebut diantaranya :
1.    Pemerintah
Salah satu faktor pendukung yang sangat mempengaruhi pelestarian tradisi di wewengkon adat Citorek adalah peran dari pemerintah pusat maupun daerah. pemerintah melibatkan dan menggandeng masyarakat setempat dalam upaya pelestarian tradisi di wewengkon adat Citorek. Pemerintah memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat dan para kasepuhan adat setempat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan dan pengembangan wisata di daerah Citorek
“Kudu bisa kerjasama jeung kudu aya pangarti ti pamarentah, supaya tradisi di urang iyeu terutama keur pengembangan jeung tina sarana, tuh contona doang masyarakat baduy. Pan ayeuna baduy jadi kasohor ku tradisi jeung budayana kusabab aya campur tangan pamarentah. Mantakna pamarentah oge kudu bisa ngajaga jeung ngadukung tradisi anu aya di Citorek iyeu.”

(Harus bisa kerjasama dan saling pengertian dari pemerintah, agar tradisi kita ini terutama untuk pengembangan dan sarana, contohnya seperti masyarakat baduy. Sekarang Baduy sudah terkenal karena tradisi dan budayanya, sebab ada campur tangan dari pemerintah. Oleh karena itu pemerintah juga harus bisa menjaga dan mendukung tradisi yang ada di Citorek ini”(Wawancara, Wira, di Citorek, 04/04/2015).
2.    Masyarakat
Manusia memiliki hubungan erat dengan tradisi, begitu juga untuk melestarikan tradisi di Citorek maka manusia sangat berperan penting. Sebab, manusia yang menciptakan tradisi tersebut, dan manusia juga yang harus menjaga, mempertahankan dan melestarikan tradisi  tersebut.
“partisipasi masyarakat urang keur ngajaga dan ngalestarikeun tradisi adat Citorek kudu menunjang. Kumaha batur arek resep ka tradisi urang, lamun urang geus teu peduli ka tradisi urang sorangan. Makana masyarakat urang anu jadi patokan kaharuepna tina ngalestarikeun iyeu tradisi Citorek”

(Partisipasi masyarakat kita dalam menjaga dan melestarikan tradisi adat Citorek sangat menunjang. Bagaimana orang akan suka pada tradisi kita, jika kita sendiri tidak peduli pada tradisi sendiri. Oleh karena itu masyarakat kita yang menjadi patokan kedepannya dalam melestarikan tradisi Citorek” (Wawancara, Wira, di Citorek, 04/04/2015).
Peran perempuan yang terjun langsung ke dalam sebuah masyarakat untuk bersosialisasi dan menjalankan peranannya karena masyarakat adat kasepuhan Citorek ini secara sosial mempunyai hubungan kekeluargaan jiwa kegotong royongan yang masih kuat sehingga memiliki rasa terhadap segala yang ada di daerahnya termasuk tradisinya. Menyadari perannya yang besar tersebut, maka perempuan juga ikut berperan dalam setiap kegiatan masyarakat dan kegiatan pelaksanaan tradisi yang ada di Citorek diantaranya tradisi mapag pare beukah dan nganyam.
Keikutsertaan kaum perempuan dalam tradisi mapag pare, khususnya ibu-ibu di kampung Citorek sibuk untuk membuat tumpeng untuk suguhan yang dimakan oleh semua warga, pada malam hari sebgai rasa syukur atas datangnya panen. Sehingga dengan mengikuti setiap pelaksanaan tradisi oleh kaum perempuan, maka bisa dikatakan menjaga dan ikut meneladani tradisi yang ada di Citorek yaitu syukuran atau menyambut datangnya Dewi Sri (padi). Tidak hanya ibu-ibu saja yang ikut serta dalam pelaksanaan tradisi tersebut, karena mereka sadar akan posisi anak dan cucunya yang kelak akan mengikuti tradisi yang mereka wariskan. Maka upaya yang dilakukan sebagai bagian dari pelestarian kepada generasinya yaitu dengan mengajak langsung anak-anaknya atau mengajak kaum muda perempuan untuk ikut serta mengenalkan dan mengikuti tradisi tersebut. Melalui pemberian contoh tersebut maka secara langsung anak atau generasi berikutnya akan meniru dan mampu meneruskan tradisi Citorek. Selain itu juga upaya dilakukan untuk melestarikan tradisi di Citorek yaitu :
1.        Mengikuti upacara-upacara tradisi
2.        Mendirikan kelompok, sanggar yang memperhatikann dan menjaga keberadaan tradisi di Citorek
3.        Menjaga tradisi di Citorek
Description: D:\FOTO SKRIPSI\100_5255.JPGSedangkan dalam tradisi nganyam yaitu sebuah pemanfaatan bambu untuk kehidupan sehari-hari masyarakat Citorek yang dibuat seperti Bakul, Boboko, Sair (saringan) dan alat kebutuhan lainnya. Nganyman bagian dari seni yang mempengaruhi kehidupan dan kebudayaan masyarakat Citorek. Nganyman adalah menjaringkan atau menyilangkan bahan-bahan dari tumbuhan (biasanya dari daun kelapa, rotan dan irisan kecil bambu).

     Gambar: Perempuan sedang menganyam
      Boboko di desa Citorek

Tradisi nganyaman ini diperlukan tangan-tangan kreatif untuk bisa menyusun bambu kecil agar bisa dibuat sesuai bentuk yang diharapkan, seperti halnya tangan-tangan kreatif para perempuan. Manfaat bambu dapat memberikan peran penting bagi kaum perempuan di dalam rumah tangga. Sehingga perempuan bukan sebatas pelengkap keluarga tetapi mereka juga berperan aktif dalam meneruskan tradisi nganyam di Citorek. Dalam pelaksanaan tradisi nganyam ini biasanya para kaum perempuan yang sudah menikah akan mengajarkan tradisi tersebut kepada anak-anaknya. proses mengajarkan tersebut adalah bagian dari upaya melestarikan tradisi agar tradisi tersebut bisa tetap dilaksanakan secara turun temurun.
Description: D:\FOTO SKRIPSI\20150604_202034.jpgUpaya pelestarian tradisi tersebut dilakukan secara nyata melalui pembuatan alat. Misalnya dalam tradisi mapag pare maka secara bergotong royong para perempuan akan membuat anyaman dari daun kelapa (janur) dan irisan bambu sebagai bahan pembuat boboko, bakul dan lainnya. Sehingga melalui dua tradisi tersebut maka kaum perempuan memberikan contoh kepada generasi penerusnya untuk bisa mencontoh dan menjaga keberlangsungan tradisi tersebut di Citorek.
Gambar: Pembuatan dodol sebagai
              bagaian dari pelaksanaan tradisi
              mapag pare baeukah

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa, upaya pelestarian tradisi mapag pare dan nganyam oleh kaum perempuan Kasepuhan Citorek dilakukan secara langsung melalui contoh dan pelaksanaan. Sehingga melalui upaya pelestarian tersebut diharapkan peran dan kedudukan perempuan dalam sebuah tradisi masyarakat Citorek tersebut akan menjadi bagian dari peran dan tanggungjawabnya sebagai bagian dari masyarakat adat Citorek.
Sebagai suatu tradisi, maka tradisi mapag pare beukah dan nganyam ini juga memiliki keunikan yang dibawanya yaitu :
1.    Tradisi ini diadakan sudah turun temurun hingga sekarang
2.    Dalam pelaksanaannya tradisi mapag pare beukah dan nganyam ini dihadiri hampir seluruh warga Citorek dan juga oleh kasepuhan Citorek
3.    Keunikan tradisi mapag pare beukah dan nganyam ini memiliki nilai-nilai yang lekat dengan kehidupan masyarakat Citorek, diantara nilai-nilai yang didapat dari tradisi mapag pare beukah dan nganyam yaitu  :
a.    Nilai Religius
Description: D:\FOTO SKRIPSI\C360_2014-10-02-07-09-07-210.jpg            Mapag pare beukah dan nganyam adalah bagian dari kebudayaan dan kehidupan dari masyarakat Citorek, sehingga dalam pelaksanannya saling berkaitan dengan unsur religu yaitu ketika akan memulai selalu di iringi doa yang bertujuan sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT.

    Gambar: Tradisi Mapag Pare Beukah
                                                      
b.    Nilai Etika
Pada tradisi mapag pare beukah dan nganyam dilaksanakan sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku pada masyarakat Citorek dan di pertahankan dengan cara melakukan tradisi itu secara gotong-royong untuk mempertahankannya
c.    Nilai Sosial
Dalam tradisi mapag pare beukah dan nganyam nilai sosial melekat dengan cara kehidupan masyrakat Citorek itu sendiri 
d.    Nilai Pendidikan
Tradisi mapag pare beukah dan nganyam sebagai salah satu tradisi yang harus di lestarikan melalui pengetahuan dan memberikan contoh kepada generasi muda masyarakat Citorek. Sehingga melalui pengetahuan tersebut akan menjadikan tradisi mapag pare beukah dan nganyam sebagai suatu hasil dari kehidupan masyarakat Citorek baik melalui pelaksanaannya, manfaat, sehingga kelestarian tradisi tersebut bisa tetap terjaga dan menjadi ciri khas masyarakat desa Citorek
e.    Nilai Kesenian
Nilai seni yang didapat dari tradisi mapag pare beukah dan nganyam karena tradisi tersebut merupakan sarana  yang digunakan oleh masyarakat citorek untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia yaitu melalui perayaan mapag pare beukah yang diiringi tabuhan alat musik tradisional, dan juga tradisi nganyam yang diperlukan tangan-tangan kreatif untuk bisa menyusun bambu kecil agar bisa dibuat sesuai bentuk yang diinginkan.
Description: D:\FOTO SKRIPSI\C360_2014-10-01-20-10-00-075.jpg            Namun dibalik itu semua memang tradisi harus tetap dipertahankan karena seiring dengan perkembangan budaya yang semakin pesat di zaman sekarang ini akan memungkinkan tradisi mapag pare beukah dan nganyam bisa menyusut.
       
       Gambar: Kesenian tradisional dalam mapag pare
                   di desa Citorek
        
          Seperti halnya di zaman sekarang ini, pelaksanaan tradisi mapag pare beukah dan nganyam lebih cenderung maju dan modern, karena dalam pelaksanannya ada juga yang mengkolaborasikan dengan alat-alat modern misalnya alat musik modern, pakaian, begitu juga dalam pelaksanan tradisi mapag pare beukah dan nganyam ini digunakan juga pada saat hari-hari besar agama maupun hari besar nasional.

KESIMPULAN
Eksistensi perempuan dalam pelestarian budaya di Citorek memang tidak bisa dianggap hal yang aneh ataupun sesuatu yang baru. Karena keberadaannya dalam proses tradisi di desa Citorek sangat berpengaruh. Untuk itu peran dan kedudukan perempuan dalam tradisi wewengkon tradisi desa Citorek akan tetap ada dalam setiap pelaksanaannya. Melalui peranannya sebagai perempuan dalam melestarikan adat lokalnya baik dari sejarah maupun dalam proses perkembangannya mereka tetap ada.



DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Dudung.1999. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta : Logos.  Wacana Ilmu.
Esten, Mursal. 1999.Teori Budaya. Jogyakarta : Pustaka Pelajar.
Gazalba, Sidi. 1968. Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu. Jakarta: Pustaka Antara
Keraf, A. S. 2002. Etika Lingkungan. Kompas. Jakarta.
Kusnaka, Adimihardja. 1992. Kasepuhan Yang Tumbuh di Atas Luruh. Bandung : Tarsito.
Muhamad, Idrus. 1999.Gerak Penduduk, Pembangunan. Jogyakarta : Pustaka Pelajar.
Santosa, 2000. Perempuan Dalam Pendidikan. Jakarta: Gramedia.
Santosa, Budi. 2000. Citra Perempuan Dan Kekuasaan (Jawa), Yogyakarta : Kanisius,
Saidi. 1968. Teori Budaya. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Sumber
Arsip Desa Citorek, 2015, data adat yang terkumpul, repository.usu.ac.id/ (diakses pada tanggal 01/08/2015)








RIWAYAT HIDUP PENULIS
AAN, dilahirkan di Lebak, 2 September 1991 anak kandung dari pasangan Bapak Entang dan Ibu Uti. Anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan Pendidikan Dasar di SDN Ciparay 1 lulus pada tahun 2005, melanjutkan ke SMP Negeri 3 Cibeber lulus pada tahun 2008, kemudian melanjutkan ke SMAN 2 Rangkasbitung lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama dengan disertai do'a dan motivasi orang tua, akhirnya penulis tahun 2011 melanjutkan ke pendidikan tinggi di STKIP Setia Budhi Rangaksbitung dengan jurusan pendidikan sejarah lulus tahun 2015.


Senin, 19 Oktober 2015

ANALISIS TRADISI DI WEWENGKON KESEPUHAN ADAT CITOREK TERHADAP NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL PADA SISWA SMP NEGERI 3 CIBEBER


Definisi masyarakat Adat kesepuhan
Keragaman budaya dan tradisi merupakan khazanah yang tidak ternilai sehingga telah mengantarkan bangsa ini kepada kekayaan nilai-nilai budaya. Suku Sunda (khususnya di Banten, Lebak Selatan) memiliki tradisi yang turun temurun dan masih tetap dipertahankan hingga sekarang dalam lingkup wewengkon adat Citorek. Wewengkon merupkan suatu komunitas masyarakat yang mendiami suatu tempat yang terikat dalam suatu aturan yang dinamkan dengan masyarakat Adat kesepuhan. Masyarakat adat kesepuhan adalah kelompok masyarakat yang memiliki kejelasan hak asal-usul leluhur secara turun temurun, menetap di wilayah geografis tertentu dan memiliki ideologi sosial, politik, hukum, budaya serta berdaulat atas tanah dan sumber daya alam lainnya. Adat Kesepuhan merupakan satu kesatauan sosial, histori, ekonomi dan budaya. (Kusnaka Adimihardja. 1992: 14). Adat yang sudah melembaga dan berlaku turun temurun yang kemudian disebut tradisi. Bahakan menurut organisasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menegaskan bahwa yang di namakan adat adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya. Warga masyarakat yang melanggar adat atau tradisi, pada umumnya akan dikenakan sanksi. Sanksi tersebut misalnya berupa pengucilan atau pengusiran dari lingkungan masyarakat di mana adat istiadat tersebut berlaku. Meskipun sanksi tersebut tidak tertulis namun berfungsi efektif. Hal ini disebabkan karena adat-istiadat dihormati oleh warga masyarakat.
Tradisi Adat Adalah kebiasaan  yang dilakukan secara turun-temurun yang berlaku di suatu daerah. Dengan demikian, setiap daerah memiliki upacara adat sendiri-sendiri, seperti upacara perkawinan, upacara camas pusaka dan sebagainya.
  
Adapun  beberapa tradisi yang ada di wewngkon adat Citorek. Dianataranya:
 Neres
Neres adalah ritual yang dilakukan untuk menghilangkan penyakit masyarakat atau dilakukan jika daerah tersebut mengalami kejadian-kejadian yang merugikan, seperti menyebarnya wabah penyakit, paceklik, setiap menanam padi atau pepohonan yang hasilnya tidak bagus. Ritual ini dilakukan tidak setiap tahun tetapi sesuai dengan kejadian yang dialami.
Sedekah Bumi
Sedekah bumi adalah selamatan/ruatan yang dilakukan oleh masyarakat dengan cara menyembelih kerbau. Tujuannya agar tanah leluhurnya selalu mendapat keberkahan, selalu subur, aman dan tentram. Sedekah Bumi dilakukan 3 tahun sekali.Caranya : kerbau disembelih , kepalanya di kubur dan dagingnya dibagikan ke masyarakat, setelah sebelumnya diadakan syukuran/selametan. Sekarang tidak pernah dilakukan lagi, terlakhir dilakukan pada waktu Jaro Nurkib kurang lebih 50 tahun yang lalu.
Memotong Kerbau
Motong kerbau dilakukan pagi hari dilakukan oleh para sesepuh/kokolot setelah itu daging tersebut yang disebut daging jiwaan dibagikan kepada seluruh masyarakat Citorek / kepada tiap keluarga (susuhunan), semua masyarakat harus dapat bagian walaupun sedikit. Daging Kerbau tersebut dibeli dari iuran masyarakat.
Sedangkan yang masih di lakukan sampai sekarang adalah
 Gegenek / Bendrong lisung
Gegenek adalah saat numbuk padi dan dilakukan oleh ibu-ibu sebanyak kurang lebih sepuluh orang, sambil nyanyi-nyanyi/lalaguan dan diiringi oleh goong gede. Sebelum padi ditumbuk harus nganyaran/dianyaran maksudnya jika padi sudah dipanen maka harus di jemur lalu di tumbuk, tetapi sebelumnya harus mengadakan syukuran/salametan
 Nganjang/babawaan
Nganjang yaitu satu hari sebelum perayaan seren tahun (sebelum hari H) harus membawa/masrahkeun sisa hasil bumi kepada kasepuhan yang disebut ngajiwa dan biasanya di tempat Olot Didi. Hasil buminya biasanya apa saja yang mereka punya misal : padi, pisang, ternak dll. Dengan diiringi Goong Gedek sambil iring-iringan
Hiburan/raramean
Hiburan dilakukan pada malam hari sebelum perayaan seren taun, biasanya hiburan topeng, koromong, Angklung, dangdutan dll.
 Ziarah/ Ngembangan
Ziarah ketanah leluhur atau ke karuhun.Rasul serah tahun / syukuran / selametan Syukuran dilakukan di Citorek  Timur di tempat Oyok Didi, biasanya para kasepuhan/kokolot, jaro, panghulu berkumpul sambil makan-makan dan musyawarah.
Hajatan/Sunatan
Kebiasaan masyarakat Citorek  jika akan mengadakan perayaan sunatan selalu dilakukan sekalian pada saat seren taun, dilakukan setelah selametan/syukuran.
Kariyaan/mulangkeun ka kolotPenutup acara sambil menabuh Goong gede, mereka menyebut acara asup leuweung menta kahirupan maksudnya mulai ke kehidupan rutinitas, masyarakat mulai kerja seperti biasa ada yang pergi kerja ke kota atau ke sawah.
 Mipit
Mipit adalah upacara  ritual yang di laksanakan  di waktu  akan panen  tiba  (ngambil padi). Mipit  merupakan serangakaian upacara ritual adat yang di lakukan untuk meminta doa terhadap sang kholik demi keberkahan panen padi yang akan di laksanakan pada tahun itu.
 Goong gede (goong besar).
Goong gede merupakan sebuah kesenian yang di  mainkan oleh orang-orang yang sudah tidak muda lagi atau lanjut usia dan biasanya mereka merupakan bagaian dari pengurus adat (baris kolot) yang mempunyai hubungan khusus di dalam adat istiadat. Goong gede (goong besar)  terdiri dari gendang, rebab, goong,  gamelan dan lain-lain, serta di maiankan pada saat ada upacara perayaan adat istiadat. Menurut sarip (40 tahun). berita dari tokoh adat masyarakat setempat gamelan ini dianggap keramat, karena sudah ada dua peristiwa besar yaitu terjadinya kebakaran di Kampung Guradog,desa citorek timur dan hampir memusnahkan gamelan ini selalu tidak dapat terlaksana, konon apabila sudah tiba waktunya untuk ditabuh namun Goong Gede tidak ditabuh maka gamelan tersebut akan berbunyi sendiri. Selain itu dipercaya pula bahwa Goong Gede bisa mengobati orang yang sakit. Dalam praktik hidup kontekstual kita sekarang ini, campur aduk nilai budaya mitis, ontologisme, dan fungsional masih terjadi.  Kita belum sepenuhnya modern secara ontologis di segala sektor budaya. Sehubungan dengan masalah mitis, ontologisme, dan fungsional, Jakob Sumardjo berpendapat, bahwa “karya seni budaya lama masih tetap hidup dalam fungsi asalnya yakni mitis, meskipun kini bentuk seninya  sudah berubah sesuai dengan perubahan masyarakat.” (2000:332).
Kesenian Goong Gede yang berada di Kampung Guradog Desa Citorek timur  saat ini merupakan anggota masyarakat yang menganut agama Islam, namun pada pelaksanaannya mereka masih melakukan berbagai peristiwa sinkretisme. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ke 4 dijelaskan bahwa “sinkretisme merupakan (paham) yang merupakan perpaduan dari beberapa  paham (aliran) yang berbeda untuk mencari keserasian, keseimbangan.” (2008:1314). Kegiatan sinkretisme ini dapat dilihat dari cara mereka memperlakukan Goong Gede sebelum dimainkan, yaitu dengan berdoa dan memandikan instrumen Goong Gede.
Ngarengkong atau Ngunyal
Ngarengkong adalah tradisi lokal yang di miliki oleh warga kesepuahan adat Citorek . Dengan cara mengangkut padi dari sawah tangtu atau sawah kokolot dengan menggunakan bambu yang berbunyi. Namun tradisi ini kira nya kian banyak berubah karna minim nya pemahaman terhadap kaum muda seperti siswa/i sebagai kaum terpelajar yang akan mempertahankan akan budaya lokal di wewngkon kesepuhan Citorek
a.     Pendidikan di Wewengkon Kesepuahan Citorek
Pendidikan adalah salah satu bagian terpenting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, karena pendidikan dapat menunjang segala bentuk keberhasilan bukan hanya duniawi saja melainkan untuk kehidupan yang lebih kekal nanti. Pendidikan juga bagian dari kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Bahkan suatu bangsa akan di sebut bangsa yg maju apabila bangsa tersebut maju dalam salah satu sektor yang sangat penting yaitu dalam pendidikannya, begitu juga suatu bangsa akan tenggelam apabila rusak pendidikannya.
Menurut UU No. 20 Thn. 2003, Sisdiknas, BAB I. “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”. Sedangkan “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”.

Dalam hal ini  peranan pendidikan amat penting sebagai Pengembangan sejarah lokal, terutma bagi regenerasi yang berada di wewengkon adat Citorek . Dengan melalui berbagai strategi untuk memperkenalkan akan kebudayan lokal yaitu melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau pelatiahan. Secara sederhana bimbingan (guidance) di artiakan sebagai bantuan, arahan, nasehat serta penyuluhan agar  peserta didik dapat mengatasi dan memecahkan masalah yang di alaminya. Sedangkan pengajaran (teaching) adalah bentuk interaksi antara tenaga kependidkan dengan peserta didik dalam suatu kegiatan belajar-mengajar untuk membangun prilaku sesuai dengan tujuan pengajaran. Sasaran pendidikan adalah berpijak ke masa kini dan beroreientasi ke masa depan. Dan hasil yang ingin di capai oleh proses pendidikan adalah terbinanya sumber manusia sesuai dengan tuntutan pembanganan agar bisa tetap mempertahankan jati diri nya sendiri serta memertahankan budaya lokal. Siswa/i smp 3 Cibeber  kabupaten lebak sebagai penerus tradisi lokal di kesepuhan adat Citorek , harus memiliki pengetahauan yang luas terhadap sejarah lokal, agar sejarah lokal bisa trus lestari.
Berkumpulnya berbagai etnik di  pendidikan dapat diberdayakan untuk pengembangan budaya lokal. Pemberian fasilitas kepada mereka untuk melestarikan budaya masing-masing akan menyemarakkan Citorek  sebagai kesepuhan adat yang kaya akan budaya lokal. Pelestarian dan pengembangan budaya dapat dilakukan melalui berbagai lembaga, salah satunya adalah lembaga pendidikan.  Sekolah-sekolah dapat memberikan kontribusinya melalui  penataan kurikulum, terutama muatan lokal yang memungkinkan pelestarian dan pengembangan budaya daerah. Pendidikan dasar dapat memberikan landasan tentang nilai-nilai keraifan lokal wewengkon Citorek melalui budaya daerah, misalnya memberikan materi tentang cara memainkan goong gede. Serta di perkenalkannya siswa/i terhadap upcara mipit dan ngarengkong, yang merupakan asli tradisi yang di miliki warga kesepuahan, yaitu di Citorek .
Seperti halnya kepada siswa/i SMP 3 Cibeber  yang sudah memiliki apresiasi yang cukup tinggi terhadap tradisi lokal kesepuahan Citorek  yang sudah di  diperkenalkan alat musik  serta budaya dari daerah lain. Alat musik yang di perkenalkan seperti calung, dan budaya berpakian, Selanjutnya, seiring dengan meningkatnya apresiasi budaya di kalangan para siswa, mereka dapat diperkenalkan tradisi mipit yang biasa di lakukan pada saat akan panen tiba, serta di perkenalakan pula tradisi ngarengkong , dan tradisi-tradisi lain nya. Agar budaya lokal tetap terjaga. karena dengan demikian, lembaga pendidikan telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pelestarian dan pengembangan budaya.
Problem yang paling pelik adalah  para siswa/i SMP Negeri 3 Cibeber , dalam ruang lingkup kelas 7-C, belum memahami akan arti penting dari sebuah tradisi lokal tersebut terutama goong gede, mipit, serta ngarengkon, sebab mereka banyak terpengaruhi oleh budaya- budaya luar, yang datang ke kesepuahan Citorek. Modernisasi yang terjadi di wewengkon kesepuhan Citorek cenderung berjalan lebih cepat. Hal tersebut didukung adanya perlintasan cipanas bayah yang di bangun tahun 2000, sehingga mendukung adanya interaksi sosial  serta masuknya tecknologi seperti listrik, dan alat komunikasi yang berkemabang, yang mengakibatkan pemuda wewengkon Citorek mulai melupakan tradisi lokal dan lebih memilih modernisasi.  Hal ini sejalan dengan pendapat A. SURJADI, Bahwa ada 3 faktor dalam perubahan masyarakat (1). pendidikan, (2), usaha pembangunan (3), media masa. (A. Surjadi . 2006: 201)
Generasi saat ini banyak yang memilih modernisasi dan melupakan lokalitas yang sudah menjadi ciri has daerah nya masing-masing. Maka dari itu masyarakat Wewengkon Adat Citorek harus bisa mempertahankan tradisi lokal dari pengaruh modernisasi, terutama kaum pelajar yang memilki peran sebagai regenerasi dan pemegang teguh tradisi agar tradisi tetap terjaga dan teruss lestari, selain itu kaum pelajar memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat yang bermoral.  maka dengan begitu tradisi tidak akan punah, kemudian cara yang lain yang dapat di lakukan oleh masyarakat Citorek dalam mempertahankan tradisi tersebut melalui apresiasi terhadap masyarakat yang masih ikut serta mempertahankan tradisi lokal, dan memperkenalkan tradisi lokal sejak dini agar kesadaran dalam berbudaya lokal. Sedangakan Apa yang disebut kesadaran budaya adalah perasaan untuk menegosiasikan aturan-aturan budaya itu, yang bertujuan untuk memilih jalan kita ke dalam kebudayaan.  pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Dalam hal ini Wewengkon Citorek yang memiliki kebudayaan lokal yang kental, dengan kehidupan yang tradisonal.  Tradisi-tradisi pun di jalankan degan begitu nyaman dan penuh rasa persaudaraan. Namun seiring berkembng nya zaman nilai-nilai tradisi lokal yang ada di wewengkon Citorek nyaris tak terlihat lagi. Hal ini di akibat kan oleh hadir nya modernisasi di wewengkon citorek. Namun,  dalam hal ini pemerintah daerah dan guru-guru yang berada di SMP Negeri 3 Cibeber , harus mempertimbangkannya, untuk tetap memasukan sejarah lokal  dalam materi pelajaran, yang bertujuan agar budaya lokal tetap lesatri, karna, akan berdampak positif terhadap sektor lain.
Memperkenalkan budaya lokal terhadap siswa/i akan menggairahkan siswa/i untuk memilkii rasa keingin tahu karena, pelakunya adalah lingkungan di sekitar temapat tinggalnya. Dengan demikian, kebudayan lokal terutama tradisi adat kesepuahan Citorek  akan berkembang.
Di samping itu, menurut survai, yang penulislakukan terhadap siswa/i SMP Negeri 3 Cibeber . Bahwa lembaga pendidikan SMP Negeri 3 Cibeber , membutuhkan pelatihan untuk menjadi guru seni tradisional, seperti goong gede dan memberikan informasi terakit dengan tradisi lokal kesepuahan Citorek  agar budaya lokal Citorek  tidak berhenti samapi disitu.
Lebih jauh, diharapkan melalui program seperti itu akan tumbuh kesadaran dari para siswa/i untuk bekerja dalam melestarikan budaya lokal. Mereka dapat bekerja dan melaksanakan serta pemanfaatannya. Dengan demikian, maka hal tersebut akan berdampak sosial, seperti terwujudnya kerukunan, kedamainan lahir dan batin. Lewat pelestarian budaya lokal tersebut juga akan lahir individu-individu  yang peka perasaannya, terampil, cerdas pikirnya, dan halus budinya serta santun perilakunya.
Lembaga pendidikan  dapat memberikan kontribusi terhadap pelestarian dan pengembangan budaya lokal, terutama melalui kurikulum muatan lokal.  Salah satu alternatif program yang ditawarkan  adalah pengadaan buku-buku tradisi-tradisi lokal yang berada di daerah masing-masing, yang bertujuan untuk meningkatakan pemahaman siswa/i terhadap budaya lokal. Program itu tampaknya sulit, tetapi sebenarnya mudah, karena memiliki dampak yang sangat besar terhadap perkembangan berbagai sektor lain, terutama budaya lokal. selain itu siswa/i SMP NEGERI 3 CIBEBER harus mampuh bersaing dengan arus modernisasi yang terus merangsak masuk ke wewengkon Citork yang pada akhirnya tradisi yang berada di wewengkon Citorek hanya jadi catetan masa lalu.
b.      Arus modernisasi
Masyarakat dan tradisi selalu mengalami perubahan dari masa ke masa, bahkan dari hari ke hari. Setiap masyarakat selalu mengalami transformasi dalam fungsi waktu, sehingga tidak ada satu masyarakatpun yang mempunyai potret yang sama, kalau dicermati pada waktu yang berbeda, baik masyarakat dan juga dengan tradisi selalu berkaitan satu sama lainnya. Itu karena sebuah tradisi muncul bukan hanya dari sebuah pikiran dan budi manusia, tetapi juga di kernakan adanya intraksi antara manusia dengan alam sekitarnya.
Di era tantangan globalisasi serta modernisasi yang kerap melanda kebudayaan manusia yang sewaktu-waktu dapat menggerus tradisi ini dari tengah-tengah masyarakat. Persoalannya, sejauhmana tradisi lokal ini mampu terus bertahan? tentunya ini sangat tergantung pada masyarakat pendukungnya. Harapannya, tentu, melalui identifikasi dan dokumentasi tradisi lokal ini, nilai-nilai positif akan selalu ada, khususnya dalam rangka mempertahankan pengaruh modernisasi terhadap tradisi lokal di wewngkon adat Citorek. Analog dengan sosiogenesis individu, kepribadian bangsa juga secara inhern memuat kesadaran sejarah itu. Implikasi hal tersebut di atas bagi national building ialah tak lain bahwa mempertahankan sejarah memiliki hubungan yang erat dalam proses pembentukan 2 karakter seperti, kesadaran sejarah, dan nasionalisme. Hal ini tentunya menjadi sebuah keharusan bagi para pendidik agar bisa mengantarkan anak-anak muda untuk bisa terus mempertahankan tradisi lokal. terutama di wewengkon Citorek. Menurut: Sarip (40 tahun). Yang dinamakan tradisi Citorek  merupakan jati diri Citorek yang sudah menjadi keharusan warga Citorek untuk ikut serta dalam melaksankan dan menjaga tradisi di Wewengkon Citorek. Hal ini terbukti dengan di perlakukannya sanksi pengucilan bagi mereka yang tidak ikut serta dalam kegiatan adat.
Dalam hal ini tradisi lokal yang dapat mengikat setiap individu untuk melakukan suatu tindakan tertentu, memberi arahan dan intensitas emosional terhadap tingkah laku secara terus menerus dan berkelanjutan. Itu artinya, dengan nilai setiap pelaku dapat merepresentasikan tuntutan termasuk secara biologis dan keinginan- keinginannya, selain tuntutan sosial tentunya. Namun demikian, dalam kenyataannya nilai-nilai yang sedemikian itu, hanya merupakan sebagian dari kehidupan masyarakat yang masih kokoh mempertahankan tradisi, berbeda dengan masyarakat yang mengalami pergeseran nilai-nilai. Dalam realitasnya, pergeseran nilai-nilai budaya tersebut, tidak jarang mengakibatkan nilai-nilai budaya lokal terlupakan dan sekaligus kearifan lokal yang tumbuh dari budaya masyarakatnya itu, terutama di perkotaan yang mengalami degradasi, sehingga cenderung masyarakat pengguna kebudayaan itu sendiri tidak lagi mengenal kearifan lokal. Dalam konteks itu, perlu dilakukan berbagai upaya yang salah- satunya adalah dengan meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap nilai-nilai budaya yang dapat mewujudkan kearifan. Serta memasukan mata pelajaran sejarah lokal pada siswa/i untuk memberikan wawasan history terutama bagi kalangan muda sebagai pemegang regenerasi baik yang bersifat nasional atau pun lokal merupakan langkah awal dalam mempertahankan nilai-nilai kesejarahan. Presiden pertama Indonesia pernah mengatakan “ Jas merah” jangan lupakan sejarah, maka dengan cara mempertahankan sejarah, apalagi sejarah lokal adalah  jalan alternatif yang mudah untuk memperkenalkan akan  nilai-nilai kesejarahan yang pernah terjadi. Selain itu wawasan  sejarah memiliki fungsi sosial kultur, yang membangkitkan wawasan history.  Maka dengan timbulnya wawasan history ini akan menimbulkan kesadaran nasional bagi generasi muda. Hal ini membangkitkan inspirasi dan aspirasi kepada generasi muda bagi pengabdian kepada negara dengan penuh dedikasi dan kesediaan berkorban. Sejarah nasional perlu menimbulkan kebanggaan nasional (national pride), harga diri, dan rasa swadaya. Dengan demikian sangat jelas bahwa mempertahankan sejarah tidak semata-mata memberi pengetahuan, fakta, dan kronologi melainkan dengan pelaksanaan yang nyata. Di sini, kesadaran sejarah amat esensial bagi pembentukan kepribadian.
Begitu juga dengan tradisi di Wewengkon Adat Citorek yang tidak mungkin timbul tanpa adanya masyarakat dan peran serta lembaga pendidikan. Masyarakat itu yang dimungkinkan oleh adanya interaksi antar manusia dengan manusia dan manusia dengan alamt sekitarnya. Oleh karena itu diperlukan struktur sosial yang didalamnya terdapat kekerabatan. Wewengkon Adat Citorek merupakan sebuah struktur sosial yang didalamnya terdapat aturan-aturan masyarakat yang kompleks sehingga mampu menghasilkan tradisi yang memiliki kekhasan dan ciri dari masyarakat desa Citorek tersebut.
Selama ini ada kecenderungan di dalam masyarakat yang menempatkan modernisasi secara umum memegang kekuasaan di semua bidang dan sisi kehidupan. Seperti halnya pada tradisi di Wewengkon Adat Citorek yang mempunyai kelembagaan adat yang turun temurun. Bila dikaji dari segi pola kehidupan pada saat ini kesepuhan Citorek lebih di dominasi oleh pengaruh modernisasi, hal tersebut bisa dilihat dari cara berpakaian yang kian hari kian modern yang mengakibtakan cenderung hilangnya nila-nilai lokal yang di miliki warga Citorek dalam ruang lingkup siswa/i SMP NEGERI 3 CIBEBER sebagai pewaris tahta tradisi lokal di wewengkon kesepuhan Citorek.
Tradisi di desa Citorek yang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan solidaritas dan integrasi masyarakat memang tidak dapat lepas bagi kehidupan masyarakat Citorek itu sendiri. Keberadaan tradisi dan pelestarian tradisi di Wewengkon Adat Citorek merupakan suatu wujud kebersamaan dan keharmonisan antar manusia dengan manusian dan manusia dengan lingkungannya. Khusus bagi keberadaan pendidikan dalam pelestarian tradisi tersebut bisa dilihat dari peranannya dalam pelaksanaan tradisi, keikutsertaan siswa/i, keberadaannya dan juga peranannya.
Maka dari itu peran dan kedudukan lembaga pendidikan dalam pelestaraian tradisi di wewengkon Citorek amat sangat penting dalam pelaksanaannya, yang pada akhirnya akan menumbuhkan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Pada Siswa/i SMP Negeri 3 Cibeber. Dalam pelestarian tradisi wewengkon Citorek peran siswa/i SMP Negeri 3 Cibeber menyumbangkan melalui peranannya sebagai kaum terpelajar pada saat melaksanakan tradisi baik dari sejarahnya maupun dalam proses perkembangannya tetap ada.
Dengan demikian fungsi dan peran yang diemban lembaga pendidikan dalam mayarakat Citorek mempunyai posisi yang penting pula, meski disadari bahwa ada perbedaan-perbedaan kodrati makhluk perempuan dan laki-laki secara jenis kelamin dan konstruksi tubuh, namun dalam konteks tradisi pada masyarakat desa Citorek bahwa eksistensi dan peran perempuan yang diembannya memiliki kesetaraan, baik dalam posisinya maupun tugasnya.
c.       Pelestarian Tradisi di Wewengkon Adat Citorek
Seperti yang penulis uraian di atas, bahwa masyarakat kampung Citorek merupakan sekelompok masyarakat yang  menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi budaya leluhur mereka. Setiap terjadi kegiatan yang berlangsung di masyarakat selalu melihatnya kepada  kerangka pengetahuan yang bersumber dari tradisi nenek moyang yakini, nilai  kehidupan, dan norma adat yang menjadi tradisi dan budayanya.
Maka dari itu setiap pandangan hidup leluhur mereka harus dijaga dan dilestarikan secara  turun temurun, begitu pula dalam tradisi masyarakat kampung Citorek. Istilah melestarikan mencakup antara lain pengertian memelihara, menjaga dan mempertahankan, serta membina den mengembangkan. Dengan demikian pelestarian berarti proses serta upaya-upaya aktif dan sadar bertujuan dari sekelompok masyarakat untuk memelihara, menjaga dan mempertahankan, serta membina dan mengembangkan tradisi tersebut, dalam hal ini pelestarian tradisi yang ada di wewengkon adat Citorek.
Oleh karena itu, dalam usaha pelestarian tradisi di wewengkon adat Citorek maka masyarakat lokal di kampung Citorek melibatkan diri mereka sendiri sebagai pelaku penting dalam pelestarian tradisi tersebut khususnya tradisi seren tahun, mapag pare beukah ngarengkong, ngemang dan yang lainnya. Dalam hal pelestarikan tradisi tersebut yang selalu dilaksanakan pada saat-saat tertentu.
Adapun beberapa faktor yang mendukung upaya pelestarian tersebut diantaranya :
I.                   Pemerintah
Salah satu faktor pendukung yang sangat mempengaruhi pelestarian tradisi di wewengkon adat Citorek adalah peran dari pemerintah pusat maupun daerah. pemerintah melibatkan dan menggandeng masyarakat setempat dalam upaya pelestarian tradisi di wewengkon adat Citorek. Pemerintah memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat dan para kasepuhan adat setempat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan dan pengembangan wisata di daerah Citorek
“kudu bisa kerjasama jeung kudu aya pangarti ti pamarentah, supaya tradisi di urang iyeu terutama keur pengembangan jeung tina sarana, tuh contona doang masyarakat baduy. Pan ayeuna baduy jadi kasohor ku tradisi jeung budayana kusabab aya campur tangan pamarentah. Mantakna pamarentah oge kudu bisa ngajaga jeung ngadukung tradisi anu aya di Citorek iyeu.”

“harus bisa kerjasama dan pengertian dari pemerintah, agar tradisi kita ini terutama untuk pengembangan dan sarana, contohnya seperti masyarakat baduy. Sekarang Baduy sudah terkenal karena tradisi dan budayanya sebab ada campur tangan dari pemerintah. Oleh karena itu pemerintah juga harus bisa menjaga dan mendukung tradisi yang ada di Citorek ini”
Wawancara, Wira, 40 (25/09/2015)
II. lembaga pendidikan
Hampir seluruh wilayah di Indonesia memiliki sumber bersejarah, baik yang berkaitan dengan sejarah nasional maupun lokal. Selain memiliki 8
ikatan historis yang kuat, sumber-sumber tersebut menyimpan beragam informasi yang dapat digali. Oleh sebab itu, di bidang pendidikan, keberagaman ini mestinya dapat dimanfaatkan untuk menunjang proses pembelajaran, khususnya mata pelajaran IPS di SMP.
Wewengkon Adat Citorek merupakan salasatu daerah yang memiliki ragam kegaiatan adat istiadat yang kental. Citorek berpotensi untuk di masukan ke dalam sumber  belajar, agar tradisi lokal yang ada tidak berhenti samapai disitu, Sehingga di citorek memungkinkan diterapkan pembelajaran sejarah lokal sebagai salah satu mata pelajaran  di sekolah. Pendekatan seperti inquiry approach dengan sasaran-sasaran kegiatan berupa “sejarah lokal” dalam perspektif sejarah nasional dianggap lebih bisa membawa anak-anak didik kita untuk menghayati sejarah secara lebih maksimal.
III. Masyarakat
Manusia memiliki hubungan erat dengan tradisi, begitu juga untuk melestarikan tradisi di Citorek maka manusia sangat berperan penting. Sebab, manusia yang menciptakan tradisi tersebut, dan manusia juga yang harus menjaga, mempertahankan dan melestarikan tradisi  tersebut.
“partisipasi masyarakat urang keur ngajaga dan ngalestarikeun tradisi adat Citorek kudu menunjang. Kumaha batur arek resep ka tradisi urang, lamun urang geus teu peduli ka tradisi urang sorangan. Makana masyarakat urang anu jadi patokan kaharuepna tina ngalestarikeun iyeu tradisi Citorek”

“partisipasi masyarakat kita dalam menjaga dan melestarikan tradisi adat Citorek sangat menunjang. Bagaimana orang akan suka pada tradisi kita, jika kita sendiri tidak peduli pada tradisi sendiri. Oleh karena itu masyarakat kita yang menjadi patokan kedepannya dalam melestarikan tradisi Citorek” Wawancara, Wira, 40 (04/04/2015)
Maka dari itu pewaris tradisi lokal kesepuahan Citorek, dalaam ruang lingkup siswa/i SMP NEGERI 3 CIBEBER yang di katakan sebagai kaum terpelajar di haruskan terjun langsung ke dalam sebuah masyarakat untuk bersosialisasi dan menjalankan peranannya karena masyarakat adat kasepuhan Citorek ini secara sosial mempunyai hubungan kekeluargaan jiwa kegotong royongan yang masih kuat sehingga memiliki rasa terhadap segala yang ada di daerahnya termasuk tradisinya. Menyadari perannya yang besar tersebut, maka siswa/i juga ikut berperan dalam setiap kegiatan masyarakat dan kegiatan pelaksanaan tradisi yang ada di Citorek.
. Sehingga dengan mengikuti setiap pelaksanaan tradisi oleh kaum terpelajar, maka bisa dikatakan menjaga dan ikut meneladani tradisi yang ada di Citorek.. Maka upaya yang dilakukan sebagai bagian dari pelestarian kepada generasinya yaitu dengan mengajak langsung anak-anaknya atau mengajak kaum muda untuk ikut serta mengenalkan dan mengikuti tradisi tersebut. Melalui pemberian contoh tersebut maka secara langsung anak atau generasi berikutnya akan meniru dan mampu meneruskan tradisi Citorek. Selain itu juga upaya dilakukan untuk melestarikan tradisi di Citorek yaitu :
1.        Mengikuti upacara-upacara tradisi
2.        Mendirikan kelompok, sanggar yang memperhatikann dan menjaga keberadaan tradisi di Citorek
3.        Menjaga tradisi di Citorek
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa, upaya pelestarian tradisi oleh lembaga pendidikan di Kasepuhan Citorek sangat penting dan dapat dilakukan secara langsung melalui pembelajaran di kelas dan memberikan contoh dalam pelaksanaannya. Sehingga melalui upaya pelestarian tersebut diharapkan peran dan kedudukan para siswa/i mampuh menjaga dalam sebuah tradisi masyarakat Citorek tersebut. Salah satu alasan pentingnya penelitian mengenai tradisi ini adalah menurut penulis karena melalui penelitian ini akan didapat sebuah informasi sebagai wawasan bagi penulis dan juga memberikan informasi kepada pembaca atau pihak lain terutama para pendidik agar bisa bertanggung jawab mengarahkan anak didiknya untuk bisa berperan aktif dalam menjaga dan memelihara tradisi di wewengkon Citorek ini. Sehingga melalui penelitian ini akan menjadi bagian dari cara pelestarian terhadap tradisi tersebut.
Sebagai suatu tradisi yang berada di Wewengkon Citorek, maka tradisi ini juga memiliki keunikan yang dibawanya yaitu :
1.    Tradisi ini diadakan sudah turun temurun hingga sekarang
2.    Dalam pelaksanaannya tradisi ini dihadiri hampir seluruh warga Citorek dan juga oleh kasepuhan Citorek
3.    Keunikan tradisi ini memiliki nilai-nilai yang lekat dengan kehidupan masyarakat Citorek, diantara nilai-nilai yang didapat dari tradisi yaitu  :
a.        Nilai Religius
tradisi adalah bagian dari kebudayaan dan kehidupan dari masyarakat Citorek, sehingga dalam pelaksanannya saling berkaitan dengan unsur religu yaitu ketika akan memulai selalu di iringi doa yang bertujuan sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT.
b.        Nilai Etika
Pada tradisi yang dilaksanakan sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku pada masyarakat Citorek dan di pertahankan dengan cara melakukan tradisi itu secara gotong-royong untuk mempertahankannya
c.         Nilai Sosial
Dalam tradisi nilai sosial melekat dengan cara kehidupan masyrakat Citorek itu sendiri.

d.        Nilai Pendidikan
Tradisi sebagai salah satu tradisi yang harus di lestarikan melalui pengetahuan dan memberikan contoh kepada generasi muda masyarakat Citorek. Sehingga melalui pengetahuan tersebut akan menjadikan tradisi sebagai suatu hasil dari kehidupan masyarakat Citorek baik melalui pelaksanaannya, manfaat, sehingga kelestarian tradisi tersebut bisa tetap terjaga dan menjadi ciri khas masyarakat desa Citorek
e.         Nilai Kesenian
Nilai seni yang didapat dari tradisi, karena tradisi tersebut merupakan sarana  yang digunakan oleh masyarakat Citorek untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia yaitu melalui perayaan yang diiringi tabuhan alat musik tradisional.
Namun dibalik itu semua memang tradisi harus tetap dipertahankan karena seiring dengan perkembangan budaya yang semakin pesat di jaman sekarang ini akan memungkinkan tradisi menyusut. Karena hal ini menyangkut sejarah lokal, maka sangat boleh jadi yang dimaknai sebagai sesuatu yang statis, karena merupakan warisan turun temurun dari generasi yang pertama.
Ada banyak studi yang memfokuskan pada persoalan kearifan tradisional dalam kaitannya dengan  konteks  perubahan sosial. Dengan kata lain, akan selalu terjadi perubahan dengan adanya pergeseran, pengurangan dan penambahan tradisi sesuai dengan kondisi pola pikir pendukungnya. Dalam hal ini kita dituntut untuk bisa mempertahakan sejarah lokal. Sebab, sejarah lokal merupakan identitas suatu daerah  yang disajikan secara kontekstual.. Oleh sebab itu, perlu dirumuskan langkah-langkah strategis untuk merealisasikan gagasan ini. Adanya kerjasama antara pemerintah daerah dan lembaga pendidikan serta masyarakat. Agar  tradisi yang berada di wewengkon Citorek terus lestari.. Selain itu, dalam  sejarah lokal, akan menumbuhkan rasa kepudulian terhadap pembangunan daerah nya masing-masing.
 Pada akhirnya, tradisi lokal wewengkon adat Citorek bisa terus berkembang dan dapat menumbuhkan kebanggaan sebagai putra-putri wewengkon Citorek.